Minat:

Rabu, 04 Juli 2012

DEMOKRASI ADALAH DIIN (AGAMA)


DEMOKRASI ADALAH DIIN (AGAMA)

Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Alloh, kami memujiNya, memohon ampun kepadaNya dan berlindung kepadaNya dari kejahatan-kejahatan diri kami sendiri dan dari keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh maka dia adalah orang yang mendapat petunjuk dan barang siapa yang disesatkan maka engkau sekali-kali tidak akan mendapatkan pelindung yang dapat memberikan petunjuk kepadanya …. Dan saya bersaksi bahwasanya tidak ada ilaah kecuali Alloh, Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagiNya. Dia lah yang mencukupi kami dan Dialah sebaik-baik penjamin… dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya, dialah pemimpin kami dan suri tauladan kami, semoga sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada beliau, keluarga beliau, para sahabat beliau dan para pengikut beliau sampai hari qiyamat …
Wa ba’du:
Lembaran-lembaran ini saya tulis dengan tergesa-gesa menjelang diadakannya pemilu anggota parlemen kesyirikan. Yaitu setelah manusia tertimpa bencana demokrasi, dan yang secara argumen dibela oleh para pendukung thoghut yang telah keluar dari Islam atau oleh orang yang mengenakan pakaian diin dan dakwah … dan mereka mencampur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan. Kadang-kadang mereka sebut sebagai kebebasan, terkadang syuro dan terkadang mereka berdalih dengan jabatan yang dipegang oleh Nabi Yusuf as di sisi seorang raja ketika itu, terkadang berdalih dengan kekuasaan An Najaasyiy… sedangkan yang lain berdalih dengan kemaslahatan dan istihsaan (menempuh jalan yang dianggap baik) … dengan tujuan untuk mengkaburkan kebenaran dengan kebatilan terhadap orang-orang bodoh, dan untuk mencampur antara cahaya dan kegelapan, juga antara syirik dengan tauhid dan Islam… dan dengan bimbingan Alloh ta’aalaa kami telah membantah syubhat-syubhat tersebut dan kami telah jelaskan bahwasanya demokrasi itu adalah diin yang bukan diin Alloh dan millah (ajaran) yang bukan millatut tauhiid, dan bahwasanya lembaga-lembaga parlemen itu bukan lain hanyalah istana-istana kesyirikan dan benteng-benteng berhala yang wajib dijauhi dalam rangka untuk merealisasikan tauhid yang merupakan hak Alloh atas hambaNya, bahkan kita wajib berusaha untuk menghancurkannya, memusuhi, membenci dan memerangi para pembelanya… dan sesungguhnya hal ini bukanlah permasalahan ijtihadiyah sebagaimana yang dikatakan oleh mulabbisiin (orang-orang yang mencampur-aduk antara yang benar dan yang salah) … namun ini adalah kesyirikan yang nyata dan jelas, serta kekafiran yang terang dan gamblang, yang telah Alloh peringatkan dalam muhkamut tanziil (ayat-ayat yang jelas) dan yang Rosululloh saw perangi sepanjang hidup beliau….
Oleh karena itu wahai saudaraku se-tauhid, berusaha keraslah untuk menjadi pengikut dan pembela Nabi SAW yang mencampakkan kesyirikan dan para penganutnya. Dan bersegaralah untuk bergabung dengan kelompok yang tegak melaksanakan diin Alloh ta’aalaa di zaman ghurbah (keterasingan) ini, sebagai mana yang disabdakan oleh Nabi saw:
لا تزال طائفة من أمتي قائمة بأمر الله لايضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله
Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang tegak melaksanakan perintah Alloh, mereka tidak terpengaruh dengan orang-orang yang menterlantarkan mereka dan tidak pula oleh orang yang memusuhi mereka sampai datang keputusan Alloh.
Semoga Alloh menjadikan kita termasuk dari kelompok tersebut, dan segala puji bagi Alloh baik sebelum dan sesudahnya.

Ditulis oleh
Abu Muhammad ‘Aashim Al Maqdisiy

PEMBAHASAN PERTAMA:
Penjelasan Tentang Prisip Yang Paling Mendasar Dan Tujuan Dari Diciptakannya Makhluq, Diturunkannya Kitab, Dakwah Para Rosul, Millah Ibrohim Dan Al ‘Urwatul Wutsqoo (Tali Ikatan Yang Paling Kuat) Yang Padanya Terletak Keselamatan.

Ketahuilah, semoga Alloh ta’aalaa merahmatimu, bahwasanya pokok permasalahan (diin Islam), landasan dan tiangnya, dan kewajiban yang Alloh wajibkan pertama kali wajibkan kepada anak Adam (manusia) untuk mempelajari dan mengamalkannya, sebelum mewawajibkan sholat, zakat dan seluruh ibadah, adalah kufur terhadap thoghut dan menjauhihnya, serta memurnikan tauhid kepada Alloh ta’aalaa. Untuk tujuan inilah Alloh menciptakan ciptaanNya, mengutus para Rosul, menurunkan kitab-kitab dan mensyariatkan jihad dan istisyhaad … dan karena ini pulalah terjadi permusuhan antara auliyaa-ur Rohmaan dan auliyaa-usy syaithoon, dan atas dasar ini pulalah sebenarnya ditegakkan daulah Islaamiyah dan khilaafah roosyidah… Alloh ta’aalaa berfirman:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKU.[1]
Artinya adalah untuk beribadah kepadaKu saja … dan Alloh ta’aalaa berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan telah Kami utus pada setiap umat seorang Rosul (yang berseru): Beribadahlah kalian kepada Alloh dan jauhilah thoghut.[2]
Dan permasalahan ini adalah permasalahan yang paling agung dalam ikatan-ikatan (ajaran-ajaran) Islam. Dan jihad, dakwah, sholat, shiyam (puasa), zakat dan haji tidak akan diterima kecuali jika permasalahan ini telah terpenuhi. Dan tidak akan mungkin bisa selamat dari naar (neraka) kecuali dengan berpegang teguh dengan prinsip ini. Karena ini adalah satu-satunya tali ikatan yang telah Alloh jamin kepada kita untuk tidak akan terputus… adapun tali ikatan diin yang lainnya dan syariat-syariatnya tidaklah mencukupi untuk mendapatkan keselamatan tanpa adanya tali ikatan ini… Alloh ta’aalaa berfirman:
قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا
Telah jelas antara yang benar dan yang sesat, maka barangsiapa kufur terhadap thoghut dan beriman kepada Alloh, ia telah berpegang teguh dengan tali ikatan yang sangat kuat yang tidak akan terputus…[3]
Dan Alloh ta’aalaa:
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَن يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ
Dan orang-orang yang menjauhi untuk beribadah kepada thoghut dan mereka kembali kepada Alloh bagi mereka adalah kabar gembira. Maka berilah kabar gembira kepada hamba-hambaKu.[4]
Dan perhatikanlah bagaimana Alloh lebih mendahulukan penyebutan kufur dan menjauhi thoghut dari pada beriman dan kembali kepadaNya … hal ini sama persis dengan didahulukannya an nafyu (penafian) dari pada al itsbaat (penetapan) dalam kalimatut tauhiid “laa ilaaha illallooh” … hal itu tidak lain adalah sebuah peringatan supaya rukun yang agung yang terdapat dalam al ‘urwatul wutsqoo (tali ikatan yang paling kuat) ini diperhatikan. Sehingga iman kepada Alloh tidak akan syah dan tidak akan bermanfaat kecuali jika sebelumnya telah kufur terhadap thoghut…
Dan thoghut yang wajib engkau kufuri dan engkau jauhi untuk tidak beribadah kepadanya, agar engkau dapat berpegang teguh dengan tali keselamatan yang paling kuat, bukan hanya berupa batu, patung, pohon dan kuburan yang diibadahi  dengan cara sujud atau berdoa atau bernadzar atau thowaf saja … akan tetapi ia lebih luas dari pada itu … karena ia mencakup “segala sesembahan yang diibadahi selain Alloh ta’aalaa dengan bentuk ibadah apapun sedangkan ia tidak mengingkari hal itu.”[5]
At Thooghuut adalah musytaqq (pecahan kata) dari At Thughyaan yang artinya adalah tindakan melampaui batas yang dilakukan oleh makhluq terhadap tujuan penciptaannya … dan ibadah itu bermacam-macam. Sebagaimana ruku’, sujud, berdoa, bernadzar dan menyembelih binatang itu merupakan ibadah, begitu pula mentaati tasyrii’ (menetapkan syariat) itu juga merupakan ibadah … Alloh ta’aalaa berfirman mengenai orang-orang nasrani:
اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ
Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai robb-robb (tuhan-tuhan) selain Alloh.[6]
Padahal mereka (orang-orang nasrani) tersebut tidaklah sujud atau ruku’ kepada pendeta-pendeta mereka … akan tetapi orang-orang nasrani itu mentaati pendeta-pendeta mereka dalam menghalalkan sesuatu yang haram dan dalam mengharamkan sesuatu yang halal, dan mereka semua sepakat bersama pendeta-pendeta tersebut dalam hal itu, maka perbuatan mereka ini Alloh tetapkan bahwa mereka telah menjadikan pendeta-pendeta tersebut sebagai robb-robb… karena taat dalam tasyrii’ (menetapkan syariat) itu adalah salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Alloh … jika seseorang melakukan hal ini kepada selain Alloh ta’aalaa walaupun hanya dalam satu perkara maka dia telah musyrik lantaran perbuatannya itu…
Yang menunjukkan atas hal ini secara jelas adalah sebuah dialog yang terjadi pada zaman Nabi SAW antara auliyaa-ur Rohmaan dan auliyaa-usy syaithoon mengenai bangkai dan pengharamannya. Yang mana orang-orang musyrik berusaha agar kaum muslimin bisa menerima bahwasanya tidak ada bedanya antara domba yang disembelih kaum muslimin dengan domba yang mati dengan sendirinya, dengan dalih bahwasanya bangkai itu mati karena Alloh ta’aalaa yang menyembelihnya. Maka Alloh ta’aalaa menurunkan hukumNya dari atas langit yang ketujuh mengenai perkara ini, maka Alloh berfirman:
وإن أطعتموهم إنكم لمشركون
Dan jika kalian mentaati mereka maka sesungguhnya kalian benar-benar orang-orang musyrik.[7]
Maka masuklah ke dalam kategori thoghut ini setiap orang yang menjadikan dirinya sebagai musyarri’ (yang menetapkan syariat) selain Alloh baik ia itu seorang penguasa atau ia seorang rakyat, baik dia itu seorang wakil rakyat yang berada di dalam as sulthoh at tasyrii’iyyah (dewan legislatif) atau dia sebagai rakyat yang diwakili oleh DPR artinya dia adalah sebagai orang yang ikut memilih para wakil rakyat tersebut … karena dengan perbuatannya itu ia telah melampaui batas dari tujuan diciptakannya dirinya, karena sesungguhnya dia diciptakan untuk menjadi hamba Alloh, dan maulaa (tuhan) nya memerintahkannya untuk mematuhi syariatNya, akan tetapi dia menolak, menyombongkan diri, melampaui batas dan menerjang batasan-batasan yang telah ditetapkan Alloh ta’aalaa. Lalu ia hendak menyetarakan dirinya dengan Alloh dan bersekutu dengan Alloh dalam memiliki hak tasyrii’ (menetapkan syariat) yang mana hak tersebut tidak boleh dimiliki oleh selain Alloh ‘azza wa jalla … dan setiap orang yang melakukan hal itu maka dia telah menjadikan dirinya sebagai ilaah musyarri’ (tuhan yang menetapkan syariat). Dan orang semacam ini tidak diragukan lagi termasuk pentolan-pentolan thoghut yang mana tauhid dan Islam seseorang tidak akan syah sampai dia kufur dan menjauhinya serta baroo’  terhadap para penyembah dan pembela (thoghut) tersebut …
Alloh ta’aalaa berfirman:
يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ
Mereka hendak berhukum kepada thoghut padahal mereka telah diperintahkan untuk kufur kepadaNya.[8]
Mujaahid mengatakan: “Thoghut adalah syetan yang berbentuk manusia yang dijadikan hakim pemutus perkara dan seialah orang yang mengendalikan urusan mereka.”
Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rh mengatakan: “Oleh karena itu orang yang dijadikan sebagai pemutus perkara, seperti hakim yang memutuskan perkara dengan selain kitaabulloh (Al Qur’an), adalah thoghut.”[9]
Dan Ibnul Qoyyim rh mengatakan: “Thoghut adalah segala sesuatu yang melampaui batas, yang berupa ma’buud (yang diibadahi) atau matbuu’ (yang diikuti) atau muthoo’ (yang ditaati), sehingga thoghut adalah semua orang yang dijadikan pemutus perkara dalam sebuah kaum selain Alloh dan RosulNya, atau yang mereka ibadahi selain Alloh atau yang mereka ikuti tanpa dasar keterangan dari Alloh atau yang mereka taati pada hal-hal yang mereka tidak mengetahui bahwa taat kepadanya merupakan taat kepada Alloh.”[10]
Maka di antara bentuk thoghut yang diibadahi selain Alloh ta’aalaa pada zaman sekarang, yang wajib bagi setiap orang yang bertauhid untuk kufur dan baroo’ kepadanya dan kepada para pengikutnya, supaya ia dapat berpegang teguh dengan tali ikatan yang sangat kuat serta supaya ia selamat dari naar (neraka) adalah; ilaah-ilaah yang palsu dan robb-robb yang semu yang dijadikan oleh banyak orang sebagai sekutu yang membuat syariat selain Alloh ta’aalaa
أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ بَيْنَهُمْ
Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu yang menetapkan untuk mereka syareat diin yang tidak diijinkan oleh Alloh. Seandainya bukan karena kalimatul fashli (ketetapan Alloh) tentu mereka dibinasakan.[11]
Karena mereka mengikuti sekutu-sekutu tersebut dengan memberikan hak tasyrii’ (menetapkan syariat) kepada mereka dan kepada parlemen mereka serta kepada lembaga-lembaga mereka yang berkuasa dalam skala internasional atau nasional atau regional…. Dan mereka menyatakan hal itu di dalam undang-undang dan hukum mereka, dan hal itu merupakan masalah yang masyhur dan dikenal di kalangan mereka.[12] Maka dengan begitu mereka merupakan robb-robb bagi setiap orang yang mentaati, mengikuti dan bersepakat dengan mereka terhadap kekafiran dan kesyirikan yang nyata ini sebagaimana yang Alloh memvonis orang-orang nasrani (sebagai orang-orang kafir dan musyrik), ketika mereka mengikuti pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka dalam permasalahan seperti ini… bahkan mereka ini lebih buruk dan lebih keji dari pada para pendeta tersebut. Karena para para pendeta tersebut melakukan dan menyepakatinya namun mereka tidak menetapkannya dalam sebuah undang-undang atau sistem. Mereka juga tidak membuatnya dalam sebuah kitab atau sebuah undang-undang atau sebuah lambang, yang mana setiap orang yang keluar darinya atau mencelanya akan dihukum, dan mereka menyetarakannya dengan kitaabulloh bahkan menjadikannya sebagai penilai dan pengatur bagi kitaabulloh tersebut, sebagaimana yang mereka lakukan…
Apabila kalian telah memahami ini, maka ketahuilah bahwasanya derajat yang paling besar dalam berpegang teguh dengan al ‘urwatul wutsqoo, dan tingkatan yang paling tinggi di dalam perkara kufur terhadap thoghut adalah dzirwatu sanaamil Islaam (puncak yang tertinggi dalam Islam), yaitu jihad melawannya, melawan pendukung-pendukungnya dan melawan pengikut-pengikutnya, berusaha untuk menghancurkannya dan berusaha mengeluarkan manusia dari beribadah kepadanya menuju beribadah kepada Alloh ta’aalaa semata … dan di antarabentuknya adalah dengan menyatakan kebenaran ini secara terang-terangan dan mengumumkannya sebagaimana yang dilakukan oleh para Nabi dan sebagaimana metode yang mereka tempuh yang Alloh terangkan kepada kita dengan keterangan yang sangat baik. Yaitu ketika memerintahkan kita untuk mengikuti millah dan dakwah Ibrohim, Alloh berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَآؤُا مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ
Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrohim dan orang-orang yang bersamanya[13] ketika mereka mengatakan kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami baroo’ (berlepas diri dan memusuhi) kepada kalian dan kepada apa yang kalian ibadahi selain Alloh. Kami kufur terhadap kalian dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian selama-lamanya sampai kalian beriman hanya kepada Alloh semata. [14]
Maka firmanNya yang berbunyi ( بدا ) artinya adalah ( ظهر ) “nampak” dan ( بان ) “jelas”… dan perhatikanlah didahulukannya permusuhan sebelum kebencian, karena permusuhan itu lebih penting, sebab terkadang manusia itu membenci pengikut-pengikut thoghut namun ia tidak memusuhi mereka sehingga ia tidak dikatakan telah melaksanakan kewajibannya sampai terwujud permusuhan dan kebencian...
Dan perhatikan bagaimana Alloh menyebutkan baroo’ mereka (Ibrohim dan orang-orang yang bersamanya) terhadap kaum mereka yang musyrik sebelum baroo’ terhadap sesembahan-sesembahan mereka, hal ini karena yang pertama itu lebih penting dari pada yang kedua… hal itu disebabkan karena banyak orang yang terkadang baroo’ terhadap berhala dan thoghut, atau terhadap undang-undang, hukum dan diin-diin (agama-agama) yang batil, namun ia tidak baroo’ terhadap penyembah, pendukung dan pengikutnya … sehingga ia tidak dikatakan telah melaksanakan kewajibannya … Akan tetapi apabila ia baroo’ terhadap para penyembahnya yang musyrik, tentu konsekuensinya mereka baroo’ terhadap sesembahan-sesembahan dan diin-diin (agama-agama) mereka yang batil…[15]
Adapun derajat yang paling rendah yang wajib dilakukan oleh setiap mukallaf (orang berakal yang sudah baligh), yang mana seseorang tidak akan selamat kecuali dengannya … Adalah menjauhi thoghut dan tidak beribadah kepadanya atau tidak mengikutinya dalam kesyirikan dan kebatilannya … Alloh ta’aalaa berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan telah Aku utus pada setiap umat seorang Rosul (yang berseru): Beribadahlah kalian kepada Alloh dan jauhilah thoghut.[16]
Dan Alloh ta’aalaa berfirman:
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ اْلأَوْثَانِ
Dan jauhilah kotoran yang berupa berhala-berhala.[17]
Dan Alloh berfirman tentang doa yang diucapkan oleh Ibrohim:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ اْلأَصْنَامَ
Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari beribadah kepada patung-patung.[18]
Hal ini jika tidak dilaksanakan oleh seseorang yaitu menjauhi thoghut, namun justru dia beribadah atau mengikutinya pada saat sekarang, maka dia di akherat akan termasuk orang-orang yang rugi … dan sama sekali tidak akan berguna dan bermanfaat seberapapun waktu yang ia habiskan dalam menjalankan diin (agama) ini jika dia melalaikan prinsip dasar ini, dan dia akan menyesal pada waktu penyesalan itu sudah tidak bermanfaat lagi, dengan bentuk dia akan berangan-angan seandainya dia dapat kembali ke dunia untuk melaksanakan rukun yang agung ini dan supaya ia berpegang teguh dengan al ‘urwatul wutsqoo ini, serta mengikuti millah yang agung ini….
Alloh ta’aalaa berfirman:
إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ اْلأَسْبَابُ   وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَاهُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
Ingatlah ketika orang-orang yang diikuti berlepas diri dari orang-orang yang mengikuti, dan mereka melihat siksa, dan terputuslah semua hubungan. Dan orang-orang yang mengikuti berkata: Seandainya kami mempunyai kesempatan kami akan berlepas diri dari mereka sebagaimana mereka berlepas diri dari kami. Begitulah Alloh memperlihatkan kepada mereka amal-amal mereka berupa penyesalan, dan mereka tidak akan keluar dari naar (neraka).[19]
Akan tetapi mustahil … Mustahil (mereka akan diberikan kesempatan lagi). Kesempatan telah hilang dan tidak ada lagi kesempatan atau kembali ke dunia. Jika engkau, wahai hamba Alloh, ingin selamat dan berharap mendapat rahmat dari Robbmu, yang telah Alloh tetapkan untuk orang-orang yang bertaqwa, maka jauhilah semua thoghut dan waspadalah terhadap kejahatan mereka sekarang juga … Sesungguhnya tidak ada yang dapat menjauhi mereka pada hari qiyamat dan tidak ada yang selamat dari tempat kembali thoghut-thoghut tersebut kecuali orang yang pada waktu di dunia ia memisahkan diri dan menjauhi mereka… adapun orang yang ridlo dengan diin (agama) mereka yang batil dan mengikutinya, maka pada hari qiyamat akan ada seorang penyeru yang menyeru di padang mahsyar:
من كان يعبد شيئا فليتبعه
Barang siapa beribadah kepada sesuatu maka silahkan mengikuti apa yang ia ibadahi.
… maka orang yang dahulu beribadah kepada matahari mengikuti matahari, orang yang dahulu beribadah kepada bulan mengikuti bulan dan orang yang dahulu beribadah kepada thoghut mengikuti thoghut…
Sampai pada bunyi hadits yang menceritakan tentang keadaan orang-orang beriman, dikatakan kepada mereka:
ما يحبسكم وقد ذهب الناس؟
Apa yang menghalangi kalian padahal manusia sudah pada pergi?
Mereka menjawab:
فارقناهم ونحن أحوج منا إليه اليوم وإنا سمعنا مناديا ينادي، ليلحق كل قوم بما كانوا يعبدون وإنما ننتظر ربنا
Kami dahulu memisahkan diri dari mereka pada saat kami sangat membutuhkan mereka. Dan pada hari ini kami mendengar ada seseorang yang berseru: Hendaknya setiap golongan bergabung dengan apa yang mereka ibadahi dahulu akan tetapi kami maka kami menunggu robb (sesembahan) kami.[20]
Coba perhatikan perkataan orang-orang beriman yang berbunyi:
فارقناهم ونحن أحوج منا إليه
Kami dahulu memisahkan diri dari mereka pada saat kami sangat membutuhkan mereka.
Maksudnya adalah dahulu waktu di dunia kami memisahkan diri dari mereka … padahal kami membutuhkan dinar, dirham dan materi-materi duniawi mereka… maka bagaimana kami tidak memisahkan diri dari mereka pada situasi yang sangat besar seperti ini … dalam pernyataan ini terdapat beberapa rambu-rambu dalam jalan hidup… sebagai mana yang terdapat dalam firman Alloh ta’aalaa:
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَاكَانُوا يَعْبُدُونَ
Kumpulkanlah orang-orang dholim bersama pasangan-pasangan mereka serta apa-apa yang mereka ibadahi.[21]
Yang dimaksud dengan “pasangan-pasangan mereka” adalah: orang-orang yang seperti mereka, kawan-kawan mereka, kelompok mereka dan penolong-penolong mereka dalam kebatilan mereka… kemudian setelah itu Alloh SWT berfirman:
فَإِنَّهُمْ يَوْمَئِذٍ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ   إِنَّا كَذَلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ   إِنَّهُم كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya mereka pada hari itu bergabung dalam siksaan. Sesungguhnya demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang jahat. Karena sesungguhnya dahulu jika dikatakan kepada mereka laa ilaaha illallooh (tidak ada ilaah kecuali Alloh) mereka menyombongkan diri.[22]
Maka sekali-kali janganlah engkau berpaling dari kalimatut tauhiid yang murni karena prinsip yang paling mendasar ini merupakan diinul Islaam yang telah dipilih oleh Alloh untuk para hambaNya yang bertauhid. Maka barangsiapa datang dengan membawa kalimat tersebut amalnya diterima, dan barang siapa yang datang dengan membawa diin-diin (agama-agama) lain selainnya amalannya ditolak dan dia termasuk orang-orang yang rugi… Alloh berfirman:
وَوَصَّى بِهَآإِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبَ يَابَنِيَّ إِنَّ اللهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Dan Ibrohim mewasiyatkannya kepada anaknya, dan beqitu pula Ya’qub: Wahai anakku, sesungguhnya Alloh telah memilihkan diin (agama) untuk kalian maka janganlah kalian sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim (berserah diri).[23]
Dan Alloh SWT berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ
Sesungguhnya diin (agama) yang diterima disisi Alloh itu adalah Islam.[24]
Dan Alloh berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan barangsiapa mencari diin (agama) selain Islam, maka amalannya tidak diterima dan di akherat ia termasuk orang-orang yang rugi.[25]
Dan janganlah engkau batasi diin (agama) itu hanya terbatas pada nasrani, yahudi dan lain-lain.. lalu engkau menganut diin-diin (agama-agama) lain yang sesat sehingga engkaupun tersesat…. Karena sesungguhnya diin (agama) itu mencakup semua millah (ajaran) atau manhaj (ideologi) atau peraturan pemerintahan atau undang-undang yang diikuti dan dianut oleh manusia … semua itu adalah diin (agama) yang harus disikapi dengan baroo’ dan harus dijauhi … dan harus dikufuri dan dijauhi penganut-penganutnya … selain millatut tauhiid dan diinul Islaam … Alloh SWT berfirman sebagai perintah agar kita mengatakannya kepada setiap orang kafir dalam berbagai macam ajaran dan golongannya:
قل يا أيها الكافرون لا أعبد ما تعبدون
Katakanlah: Wahai orang-orang kafir. Aku tidak beribadah kepada apa yang kalian ibadahi…..
… sampai firmanNya tang berbunyi:
لكم دينكم ولي دين
Bagi kalian diin (agama) kalian dan bagiku adalah diin (agama) ku.
Maka semua millah (ajaran) kafir yang terkandung dalam sebuah peraturan atau manhaj (ideologi) yang menyelisihi diinul Islaam adalah diin (agama) mereka yang telah mereka ridloi (pilih)… dengan demikian masuklah dalam pengertian ini komunis, sosialis, sekuler, ba’tsiyyah dan prinsip-prinsip serta manhaj-manhaj (ideologi-ideologi) bid’ah yang lain buatan manusia berdasarkan pemikiran-pemikiran mereka yang dungu dan yang mereka ridloi (pilih) sebagai diin (agama) mereka.. dan diantaranya juga adalah demokrasi, karena ia adalah diin (agama) yang lain dengan diinul Alloh SWT… dan berikut ini saya sampaikan kepadamu untaian-untaian kalimat yang mejelaskam kesesatan diin (agama) bid’ah buatan manusia yang telah menyesatkan banyak manusia ini, bahkan menyesatkan banyak orang yang mengaku Islam, supaya kita memahami bahwasanya demokrasi ini adalah millah yang lain dengan millatut tauhiid dan salah satu jalan dari jalan-jalan yang menyimpang dari jalan yang lurus. Yang mana pada setiap pintu di jalan yang menyimpang itu ada syetan yang mengajak ke naar (neraka) … maka jauhilah… dan ajaklah manusia untuk menjauhinya. Dan ini adalah merupakan …
Peringatan bagi orang-orang beriman….
Penyadaran bagi orang-orang yang lalai….
Penyampain hujjah bagi orang-orang yang membangkang…
Dan sebagai ‘udz-r kepada Robb semesta alam….

PEMBAHASAN KEDUA:
Demokrasi Adalah Diin (Agama) Kafir Yang Bid’ah, Dan Status Para Penganutnya Adalah Antara Menjadi Robb-Robb (Orang-Orang Yang Dipertuhankan) Yang Berfungsi Sebagai Pembuat Syariat Dan Antara Menjadi Pengikut-Pengikut Yang Beribadah Kepada Robb-Robb tersebut.

Ketahuilah bahwasanya asal istilah keji “demokrasi” adalah dari bahasa Yunani, dan bukan dari bahasa Arab … Ini adalah kata majmuk dari dua kata; demos yang berarti rakyat … dan kratos yang berarti pemerintahan atau kekuasaan atau hukum… Dengan demikian maka arti letterleg dari istilah demokrasi adalah: pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat atau hukum rakyat….
Dan ini adalah merupakan ciri yang paling menonjol dalam demokrasi menurut para penganutnya … dan atas dasar itu pulalah mereka senantiasa memuji-mujinya. Padahal, wahai saudaraku se-tauhid, ia adalah ciri yang paling prinsipil dalam kekafiran, kesyirikan dan kebatilan yang sangat berlawanan dan sangat bertentangan dengan diinul Islaam dan millatut tauhiid…. Karena dari pembahasan yang telah lalu engkau telah memahami bahwasanya tujuan mendasar diciptakannya manusia, diturunkannya kitab-kitab dan diutusnya para Rosul, serta tali ikatan yang paling agung dalam Islam adalah mentauhidkan Alloh di dalam beribadah dan menjauhi peribadahan kepada selainNya … dan bahwasanya ketaatan dalam hukum adalah termasuk ibadah yang harus ditauhidkan untuk Alloh, jika tidak maka seseorang menjadi musyrik bersama orang-orang yang binasa…
Dan sama saja apakah hak khusus ini diwujudkan dalam bentuk demokrasi yang sesuai dengan hakekatnya, sehingga kekuasaan itu diberikan kepada mayoritas rakyat, sebagaimana hal itu merupakan cita-cita tertinggi para penganut demokrasi dari kalangan kaum sekuler atau orang-orang yang mengaku menganut diinul Islaam… atau dilaksanakan dalam bentuk sebagaimana yang berlaku pada hari ini, yaitu kekuasaan berada ditangan para pemuka dari kalangan penguasa dan kelompok mereka yang dekat dengan mereka dari kalangan keluarga mereka atau dari kalangan para pedagang besar (bisnisman) dan orang-orang kaya yang menguasai modal dan menguasai berbagai media masa, yang dengannya mereka dapat sampai atau menyampaikan siapa saja yang mereka kehendaki ke kursi parlemen (istana demokrasi) … sebagai mana penguasa mereka atau robb mereka (Raja atau Presiden) itu juga dapat membubarkan atau membentuk majelis kapan saja ia kehendaki dan bagaimanapun yang ia kehendaki…
Maka demokrasi dalam dua bentuk tersebut adalah sama-sama kekafiran terhadap Alloh yang Maha Agung dan kesyirikan terhadap Robb (penguasa) langit dan bumi serta bertentangan dengan millatut tauhiid… dan diin (agama) para Rosul…
Hal itu dikarenakan oleh berbagai sebab… diantaranya:
Pertama: karena di dalam demokrasi, yang menetapkan hukum adalah rakyat, atau karena demokrasi adalah kekuasaan thoghut dan bukan kekuasaan Alloh … Padahal Alloh SWT memerintahkan NabiNya untuk memutuskan perkara berdasarkan hukum yang diturunkan Alloh dan melarangnya untuk mengikuti hawa nafsu bangsa atau rakyat, dan Alloh juga mengingatkan beliau agar tidak menyeleweng dari sebagian apa yang diturunkan Alloh kepadanya. Alloh SWT berfirman:
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ
Dan putuskanlah perkara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Alloh dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu mereka, dan waspadalah terhadap mereka jangan sampai mereka menyelewengkanmu dari sebagian apa yang diturunkan Alloh kepadamu.[26]
… ini di dalam millatut tauhiid dan diinul Islaam
Adapun di dalam diin (agama) demokrasi dan millatusy syirki, penganutnya mengatakan: Dan hendaknya engkau memutuskan perkara di antara mereka dengan hukum yang dikihendaki oleh rakyat, dan ikutilah keinginan mereka, dan waspadalah jangan sampai engkau menyeleweng dari sebagian yang mereka kehendaki, yang mereka inginkan dan yang mereka tetapkan sebagai hukum … Demikianlah mereka mengatakan … Dan demikianlah yang ditetapkan oleh demokrasi, dan ini jelas merupakan kufrun bawwaah (kekafiran yang nyata) dan syirkun shorrooh (kesyirikan yang jelas) jika mereka melakukannya … Namun demikian ternyata apa yang mereka lakukan itu lebih busuk dari pada itu semua. Karena sesunguhnya jika ia berbicara mengenai kondisi mereka tentu ia akan mengatakan: Dan hendaknya engkau memutuskan perkara di antara mereka dengan apa yang diinginkan oleh thoghut dan pembesar-pembesarnya, dan hukum atau undang-undang tidak bisa ditetapkan kecuali setelah mendapatkan kesepakatan dan persetujuan darinya…!!!
هذا ضلال مبين واضح أبدا      بل هو الشرك بالمعبود عدوانا
Ini jelas-jelas merupakan kesesatan yang sangat nyata….
Bahkan ini adalah kesyirikan yang dilakukan terhadap ma’buud (Alloh) secara melampaui batas…
Kedua: karena demokrasi adalah berkuasanya rakyat atau berkuasanya thoghut berdasarkan undang-undang dan bukan berdasarkan syariat Alloh SWT… Inilah yang dinyatakan di dalam kitab perundang-undangan mereka[27] yang lebih mereka kultuskan dari pada Al Qur’an, dengan bukti bahwa hukum yang terdapat dalam undang-undang tersebut lebih mereka utamakan dari pada hukum yang terdapat dalam Al Qur’an, dan syariat yang terdapat dalam undang-undang tersebut dijadikan sebagai pengoreksi terhadap syariat yang terdapat dalam Al Qur’an…oleh karena itu di dalam diin (agama) demokrasi, rakyat tidak bisa diterima hukum dan syariatnya --- jika mereka konsekusekuen dengan demokrasi --- kecuali jika sesuai dengan yang tertera di dalam undang-undang dan sesuai dengan pasal-pasalnya karena undang-undang tersebut nerupakan undang-undang induk dan kitab yang mereka kultuskan… dan di dalam diin (agama) demokrasi ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rosul tidak dianggap dan tidak mungkin ditetapkan sebagai syariat atau undang-undang kecuali jika sesuai dengan apa yang tertera di dalam kitab suci mereka (yaitu undang-undang)… Dan jika kalian ragu-ragu mengenai hal ini maka tanyakanlah kepada fuqohaa’ul qoonuun (pakar undang-undang)…!!!
Alloh SWT berfirman:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Jika kalian berselisih mengenai sesuatu maka kembalikanlah permasalahan itu kepada Alloh dan Rosul jika kalian beriman kepada Alloh dan hari akhir, hal itu lebih baik dan lebih bagus kesudahannya.[28]
Sedangkan diin (agama) demokrasi mengatakan: Jika kalian berselisih pendapat mengenai sesuatu maka kembalikanlah permasalahan tersebut kepada rakyat, dewan perwakilan rakyat dan rajanya sesuai dengan undang-undang buatan dan hukum manusia…!!
أف لكم ولما تعبدون من دون الله أفلا تعقلون
Brengsek kalian dan apa yang kalian ibadahi selain Alloh, apakah kalian tidak berakal.[29]
Berdasarkan ini semua maka jika rakyat ingin menjalankan hukum Alloh SWT melalui demokrasi seperti ini dan melalui majelis perundang-undangan yang syirik … hal itu tidak mungkin mereka lakukan --- jika hal itu diijinkan oleh thoghut --- kecuali melalui undang-undang dan pasal-pasal serta apa yang tertera di dalamnya … karena undang-undang tersebut merupakan kitab sucinya demokrasi, atau katakanlah undang-undangn tersebut merupakan taurot dan injilnya demokrasi yang telah diselewengkan sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu …
Ketiga: Sesungguhnya demokrasi merupakan buah dari sekulerisme yang keji dan anaknya yang tidak syah … karena sekulerisme adalah: ideologi kafir yang bertujuan untuk menyingkirkan diin (agama) dari kehidupan atau memisahkan diin (agama) dari negara dan kekuasaan…
Sedangkan demokrasi adalah: kekuasaan rakyat atau kekuasaan thoghut … dan bagaimanapun demokrasi bukanlah kekuasaan Alloh Yang Maha Besar Lagi Maha Tinggi. Karena sebagaimana yang engkau lihat, demokrasi itu tidak menaruh sedikitpun nilai terhadap syariat Alloh SWT yang muhkam (jelas) kecuali jika ia sesuai dengan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang tersebut sebelum yang lain-lain. Kedua: demokrasi adalah keinginan rakyat, dan sebelum itu semua, demokrasi adalah kepentingan-kepentingan thoghut atau para penguasa…
Oleh karena itu seandainya seluruh rakyat mengatakan kepada thoghut tersebut atau kepada robb-robb (tuhan-tuhan) dalam demokrasi tersebut: Kami ingin berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, dan tidak ada seorangpun yang berhak menetapkan undang-undang baik itu rakyat atau orang-orang yang mewakilinya di dewan perwakilan rakyat atau penguasa … dan kami ingin menjalankan hukum Alloh terhadap orang yang murtad, orang yang berzina, orang yang mencuri dan orang yang minum khomer… dan… dan kami ingin mewajibkan kepada perempuan untuk memakai hijab dan menjaga kehormatannya.. dan kami melarang untuk tabarruj (menampakkan perhiasan), telanjang, berbuat kotor, jahat, zina, liwaath (homoseks) dan perbuatan-perbuatan keji yang lain… tentu mereka dengan serta merta akan menjawab: Ini bertentangan dengan diin (agama) kebebasan demokrasi..!!!
Jadi inilah yang disebut dengan kebebasan demokrasi, yaitu: membebaskan diri dari diin (agama) Alloh dan syariat-syariatNya serta melanggar hukum-hukumNya … adapun syariat yang ditetapkan dalam undang-undang manusia dan hukum-hukumnya harus dilindungi, disucikan dan dijaga menurut ajaran demokrasi busuk mereka bahkan setiap orang yang menentangnya atau menyelisihinya atau melawannya harus dihukum….
فتبا لكم تبا لكم تبا لكم      تبا لكم حتى يكل اللسان
Maka celaka kalian, celaka kalian, celaka kalian…
Celaka kalian sampai lidah capek mengucapkannya…
Dengan demikian --- wahai saudara-saudara se-tauhid --- demokrasi adalah … diin (agama) yang lain dengan diin (agama) Alloh SWT… sesungguhnya demokrasi itu adalah kekuasaan thoghut dan bukan kekuasaan Alloh SWT… sesungguhnya demokrasi itu adalah syariatnya robb-robb (tuhan-tuhan) yang saling berselisih dan saling bertentangan, dan bukanlah syariat Alloh yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa … dan jika ada manusia yang menerima dan setuju dengan demokrasi … maka sebenarnya dia telah menerima untuk mendapatkan hak untuk menetapkan hukum berdasarkan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang dan untuk lebih mengutamakan syariatnya dari pada syariat Alloh Yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa…
Dan sama saja apakah setelah itu ia menetapkan hukum atau tidak menetapkan hukum, dan apakah ia menang atau kalah dalam pemilu syirik. Karena persetujuannya dan penerimaannya terhadap diin (agama) demokrasi bersama orang-orang musyrik untuk menjadikannya sebagai penguasa dan hukum, dan untuk menjadikannya sebagai kekuasaan di atas kekuasaan Alloh, kitab dan syariatNya, adalah sebuah kekafiran tersendiri. Dan ini adalah kesesatan yang nyata dan jelas bahkan ini adalah kesyirikan terhadap ma’buud (Alloh) secara melampaui batas.
Karena di dalam demokrasi, rakyat itu diwakili oleh para wakil rakya di parlemen. Maka setiap kelompok atau jama’ah atau suku memilih seorang robb (tuhan) di antara robb-robb yang bermacam-macam tersebut, supaya membuat undang-undang untuk mereka sesuai dengan hawa nafsu dan keinginan mereka … namun sebagaimana yang telah maklum, harus sesuai dengan pasal-pasal dan apa-apa yang tertera dalam undang-undang dan harus berada dalam batasan-batasannya … maka di antara mereka ada yang memilih ma’buud (sesembahan) dan musyarri’ (pembuat syariat) nya berdasarkan pemikiran dan ideologi… bisa berupa robb (tuhan) dari partai si fulan … atau ilaah (tuhan) dari partai si fulan … dan di antara mereka ada yang memilih berdasarkan suku dan kelompok … Bisa ilaah (tuhan) dari suku si fulan … atau berhala dari suku si fulan yang lain … dan di antara mereka ada yang memilih ilaah yang salafiy (dari kalangan salafiy) sebagaimana pengakuan mereka, sedangkan yang lain memilih robb yang ikhwaaniy (dari kalangan ikhwanul muslimin)[30] … atau sesembahan yang berjenggot dan yang lain memilih yang tidak berjenggot…. Dan demikianlah…:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ
Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang menetapkan diin (agama) untuk mereka yang tidak diijinkan oleh Alloh. Dan kalaulah bukan karena ketetapan Alloh tentu mereka semua dibinasakan, dan sesungguhnya orang-orang dholim itu bagi mereka adalah siksa yang pedih.[31]
Maka sebenarnya para wakil rakyat tersebut merupakan berhala-berhala yang diangkat dan patung-patung yang disembah serta ilaah-ilaah palsu yang diletakkan di tempat-tempat ibadah dan istana-istana mereka (parlemen) yang dianut oleh mereka dan para pengikut mereka dalam diin (agama) demokrasi dan dalam syariat undang-undang, yang kepadanyalah mereka memutuskan perkara sesuai dengan pasal-pasal yang tertera di dalamnya yang mereka tetapkan dan mereka jadikan sebagai peraturan … Dan sebelum itu semua, mereka diperintah oleh robb, ilaah dan patung atau berhala mereka yang paling besar yang pekerjaannya mengesahkan dan membenarkan undang-undang tersebut atau menolak dan membatalkannya … yaitu pangeran atau raja atau presiden …
Demikianlah wahai saudaraku se-tauhid hakekat dan millah (ajaran) demokrasi… diin (agama) thoghut… bukan diin (agama) Alloh… dan millahnya orang-orang musyrik… bukan millahnya para Nabi… syariatnya para robb dan ilaah yang bermacam-macam dan saling bertentangan… bukan syariat Alloh yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa…
ءَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ   مَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِه إِلآ أَسْمَآءً سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ
Apakah robb-robb yang bermacam-macam itu lebih baik ataukah Alloh Yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa. Tidaklah yang kalian ibadahi selain Alloh itu kecuali nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian tetapkan yang tidak ada keterangan yang Alloh turunkan tentangnya.[32]
ءإله مع الله؟؟ تعالى الله عما يشركون
Apakah ada ilaah selain Alloh ?? Maha Tinggi Alloh dari apa yang mereka sekutukan.[33]
Maka silahkan pilih wahai hamba Alloh … antara diin (agama) dan syariat Alloh yang suci, cahayaNya yang terang dan jalanNya yang lurus … atau diin (agama) demokrasi, kesyirikan dan kekafirannya serta jalannya yang bengkok dan buntu … Antara hukum Alloh Yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa…. Atau hukum thoghut…
قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا
Telah jelas antara kebenaran dan kesesatan. Maka barangsiapa kufur terhadap thoghut dan beriman kepada Alloh, ia telah berpegang teguh dengan tali yang sangat kuat yang tidak akan putus…[34]
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّآ أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا
Dan katakanlah: Kebenaran itu dari Robbmu, maka barangsiapa menghendaki untuk beriman silahkan beriman dan barangsiapa menghendaki untuk kafir silahkan kafir, sesungguhnya Kami telah siapkan bagi orang-orang dholim naar (neraka)…[35]
أَفَغَيْرَ دِينِ اللهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ   قُلْءَامَنَّا بِاللهِ وَمَآأُنزِلَ عَلَيْنَا وَمَآأُنزِلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَاْلأَسْبَاطِ وَمَآأُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَالنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ   وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Apakah selain diin (agama) Alloh yang mereka kehendaki padahal kepadaNyalah seluruh apa yang ada di langit dan bumi menyerahkan diri baik dengan suka rela maupun secara terpaksa, dan hanya kepadaNyalah mereka dikembalikan. Katakanlah: Kami beriman kepada Alloh dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, serta kepada apa yang diturunkan kepada Ibrohim, Ismail, Is-haq, ya’qub dan anak-anaknya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para Nabi dari Robb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun antara mereka dan kami berserah diri kepadaNya. Dan barangsia mencari diin (agama) selain Islam maka sekali-kali tidak akan diterima amalannya dan di akherat dia termasuk orang-orang yang merugi.[36]


PEMBAHASAN KETIGA:
Bantahan Terhadap Syubhat-Syubhat Dan Kesesatan-Kesesatan Yang Dijadikan Dalih Untuk Membenarkan Diin (Agama) Demokrasi

Alloh SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتُُ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتُُ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغُُ فَيَتَّبِعُونَ مَاتَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ وَمَايَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِ كُلُُّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَايَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ   رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
Dialah yang menurunkan kitab kepadamu, di antaranya ada yang merupakan ayat-ayat muhkamaat (jelas) dan di antaranya ada yang merupakan ayat-ayat  mutasyaabihaat (samar). Adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada penyelewengan maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk mencari-cari kesesatan dan mencari-cari takwilannya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilannya kecuali Alloh. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan: Kami beriman kepadanya bahwa semuanya adalah berasal dari Robb kami. Dan tidak ada yang mengambil pelajaran kecuali orang-orang berakal. Wahai Robb kami, janganlah Engkau selewengkan hati kami setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan anugerahkanlah kepada kami rahmat dari sisiMu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi anugerah.[37]
Dalam ayat ini Alloh menerangkan kepada kita bahwasanya mannusia dalam menyikapi syariatNya terbagi menjadi dua golongan:
1-   Orang yang mempunyai ilmu yang mendalam: Mereka mengikuti dan beriman kepada semuanya. Maka merekapun menghubungkan antara al ‘aam (yang bersifat umum) dengan mukhosh-shish (yang mengkhususkan) nya, yang muthlaq (lepas) dengan yang muqoyyid (penentu) nya dan yang mujmal (bersifat global) dengan yang mubayyin (memperinci) nya. Dan semua yang sulit dipahami, mereka kembalikan kepada induknya yaitu dasar-dasarnya yang muhkamaat dan jelas, serta kepada kaidah-kaidahnya yang paten dan kuat yang banyak diterangkan oleh dalil-dalil syar’iy.
2-   Orang yang menyeleweng dan sesat: yang mengikuti ayat-ayat mutasyaabihaat, mereka mengikutinya dan mereka merasa senang dengan ayat-ayat tersebut saja untuk mencari-cari kesesatan … dan mereka berpaling dari ayat yang muhkam, mubayyin dan mufassir (yang menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang mutasyaabihaat tersebut)….
Dan di sini … dalam masalah demokrasi, dewan perwakilan rakyat yang syirik dan yang semacamnya … segolongan orang menempuh jejak orang-orang yang menyeleweng dan sesat tersebut. Maka mereka mencari-cari kasus dan syubhat-syubhat untuk mereka jadikan landasan tanpa menghubungkannya dengan prinsip-prinsip dasarnya yang menjelaskan atau memperinci atau menafsirkan yang berupa kaidah-kaidah diin (agama) dan dasar-dasarnya yang kokoh … hal itu mereka lakukan dengan tujuan untuk mencampur adaukkan antara yang haq dan yang batil, dan antara cahaya dan kegelapan….
Oleh karena itu akan kami paparkan secara singkat syubhat-syubhat mereka yang paling masyhur dalam masalah ini, kemudian kami dengan pertolongan Alloh Sang Raja Yang Maha Memberi Anugerah, Yang Menjalankan Awan Dan Yang Mengalahkan pasukan-pasukan sekutu, akan membantahnya.


Syubhat Pertama:
Jabatan Nabi Yusuf Pada Raja Mesir Dan Jawabannya.

Ketahuilah bahwasanya syubhat ini dijadikan andalan oleh sebagian orang yang kehabisan dalil……
Mereka mengatakan: Bukankah Nabi Yusuf menjabat sebagai seorang menteri pada seorang raja kafir yang tidak memutuskan perkara berdasarkan hukum yang diturunkan Alloh? Kalau begitu kita boleh ikut serta dalam pemerintahan kafir bahkan masuk ke dalam majelis parlemen, dewan perwakilan rakyat dan hal-hal semacam itu…
Maka dengan kami jawab wabilllaahit taufiiq :
Pertama: Sesungguhnya berhujjah dengan syubhat tersebut untuk masuk ke dalam parlemen perundang-undangan dan untuk membenarkannya adalah hujjah yang batil dan rusak. Karena parlemen kesyirikan ini tidak tegak di atas diin (agama) Alloh SWT, namun ia tegak di atas diin (agama) demokrasi yang mana yang mempunyai hak uluuhiyyatut tasyrii’ (sifat ketuhanan yang berupa menetapkan hukum), menetapkan halal dan haram adalah rakyat dan bukan Alloh SWT…
Padahal Alloh SWT telah berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan barangsiapa mencari diin (agama) selain Islam maka tidak akan diterima amalnya dan dia di akherat termasuk orang-orang yang rugi.[38]
Lalu adakah orang yang berani berprasangka bahwasanya Nabi Yusuf mengikuti diin (agama) selain diinul Islaam atau mengikuti millah selain millah bapak-bapaknya yang bertauhid … Atau beliau bersumpah untuk menghormatinya..? atau menetapkan syariat berdasarkan dengannya…? Sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang terpedaya dengan parlemen tersebut…?[39]
Bagaimana mungkin sedangkan beliau pada saat lemah dan tertindas saja mengatakan dengan lantang:
إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لاَّيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَهُم بِاْلأَخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ   وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ ءَابَآءِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَاكَانَ لَنَآ أَن نُّشْرِكَ بِاللهِ مِن شَىْءٍ
Sesungguhnya aku telah tinggalkan millah sebuah kaum yang tidak beriman kepada Alloh dan mereka kafir terhadap akherat. Dan aku mengikuti millah bapak-bapakku Ibrohim, Is-haq dan Ya’qub. Tidak sepatutnya kita menyekutukan Alloh dengan sesuatu.[40]
Dan beliau juga mengatakan:
يَاصَاحِبَيِ السِّجْنِ ءَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ   مَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِه إِلآ أَسْمَآءً سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
Wahai dua sahabatku dalam penjara, apakah robb-robb (tuhan-tuhan) yang bermacam-macam itu lebih baik ataukah Alloh Yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa. Tidaklah yang kalian ibadahi selain Alloh itu kecuali hanya nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian buat yang Alloh tidak menurunkan keterangan tentangnya. Sesungguhnya hukum itu hanyalah hak Alloh, Ia memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepadaNya. Itulah diin (agama) yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.[41]
Apakah mungkin beliau menyatakannya, mengatakannya dengan terang-terangan dan menyeru kepadanya ketika dalam keadaan lemah dan tertindas … namun setelah berkuasa beliau menyembunyikan dan menentangnya..??!!
Jawablah wahai ash-haabul istish-laahaat (para penganut kepentingan)…??
Kemudian apakah kalian tidak mengetahui wahai orang-orang yang bergelut dengan politik, bahwasanya kementerian itu merupakan sulthoh tanfiidziyyah (penguasa eksekutif) sedangkan parlemen itu adalah sulthoh tasyrii’iyyah (penguasa legislatif) … Dan antara keduanya ini terdapat banyak perbedaan dan banyak perbedaan, maka mengkiyaskan antara keduanya dalam masalah ini sebagai mana yang dilakukan oleh orang-orang yang berpaham seperti ini tidaklah benar[42] … dengan demikian engkau dapat memahami bahwasanya berdalil dengan kisah Nabi Yusuf as untuk membenarkan parlemen sama sekali tidak benar, namun tidak mengapa kami lanjutkan untuk membantah orang yang menjadikan kisah ini sebagai dalil untuk menjadi menteri sebab banyak orang yang memegang jabatan kafir pada jaman kita sekarang ini…
Kedua: sesungguhnya mengkiyaskan orang-orang sesat yang menjabat sebagai menteri di dalam negara-negara thoghut yang menyekutukan dirinya bersama Alloh dalam membuat syariat, yang memerangi wali-wali Alloh dan berwalaa’ (loyal) kepada musuh-musuhNya, dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Yusuf as adalah qiyaas yang faasid (rusak) dan baathil (batil) ditinjau dari berbagai sisi:
1- Bahwasanya orang yang menjabat sebagai menteri di semua negara yang menjalankan pemerintahannya dengan selain hukum yang diturunkan Alloh SWT harus menghormati undang-undang buatan mereka, dan harus berwalaa’ (loyal) serta setia kepada thoghut yang mana Alloh SWT telah perintahkan agar mengkufurinya:
يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ
mereka hendak berhukum kepada thoghut padahal mereka telah diperintahkan untuk mengkufurinya.[43]
Bahkan mereka harus bersumpah untuk melakukan kekafiran ini sebelum memangku jabatannya secara langsung, sama persis sebagaimana yang dilakukan oleh anggota parlemen.[44]
Dan barang siapa menyangka bahwasanya Nabi Yusuf yang Shiddiiq dan Mulia, Ibnul Kariim (anak seorang yang mulia yaitu Nabi Ya’qub), Ibnul Kariim (cucu seorang yang mulian yaitu Is-haq) itu seperti demikian padahal Alloh telah memujinya dan berfirman tentang dirinya:
كَذَلِكَ لِنَصْرِفُ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَآءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Dan demikianlah supaya Kami menyelamatkan dia dari keburukan dan kekejian, sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas.[45]
Maka orang yang menyangka seperti itu adalah termasuk orang yang paling kafir dan paling busuk, ia telah berlepas diri dari millah dan telah keluar dari diin (agama). Bahkan ia lebih buruk dari pada Iblis terlaknat yang memberikan pengecualian ketika ia bersumpah:
فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ  إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
Maka demi keperkasaanMu, aku benar-benar akan menyesatkan mereka semua kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas di antara mereka.[46]
Dan dengan meyakinkan bahwa Yusuf as adalah termasuk hamba-hamba Alloh yang ikhlas bahkan termasuk para pemuka orang-orang yang ikhlas berdasarkan nash Al Qur’an…
2- Sesungguhnya seseorang itu menjabat sebagai menteri di dalam pemerintah-pemerintah tersebut --- baik ia bersumpah dengan janji yang tertera di dalam undang-undang atau tidak --- ia harus menganut diin (agama) yang terdapat dalam undang-undang kafir buatan manusia dan tidak boleh keluar darinya atau menyelisihinya. Maka tidak ada pilihan baginya kecuali menjadi hamba yang setia dan pembantu yang taat bagi orang-orang yang membuat undang-undang tersebut dalam kebenaran, kebatilan, kefasikan, kedholiman dan kekafiran…
Maka apakah Yusuf Ash Shiddiiq itu seperti itu, sehingga perbuatannya bisa dijadikan hujjah untuk membenarkan jabatan-jabatan kafir mereka …? Sesungguhnya orang yang menfitnah seorang Nabi (Yusuf) yang merupakan anak dari seorang Nabi (yaitu Nabi Ya’qub), cucu dari seorang Nabi (yaitu Nabi Is-haq), cicit dari seorang Kholiil (kekasih) Alloh (yaitu Nabi Ibrohim), dengan tuduhan seperti ini, maka kami tidak meragukan lagi atas kekafiran dan kezindikannya serta keluarnya ia dari Islam… karena Alloh SWT berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguh telah Kami utus pada tiap-tiap kaum seorang Rosul (yang menyeru): Beribadahlah kalian kepada Alloh dan jauhilah thoghut.[47]
Inilah prinsip yang paling pokok dan kemaslahatan yang paling agung di jagat raya ini bagi Nabi Yusuf as dan bagi seluruh Rosul Alloh..
Maka apakah masuk akal orang yang menyerukan prinsip tersebut ketika dalam keadaan lampang dan sempit, dan ketika tertindas dan berkuasa, ia akan menentang prinsip tersebut kemudian menjadi golongan orang-orang musyrik?? Bagaimana mungkin sedangkan Alloh telah menyebutkan bahwa dia termasuk dari hamba-hambaNya yang ikhlas?? Dan sebagian ahli tafsir menerangkan bahwasanya firman Alloh yang berbunyi:
مَاكَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ
Tidak sepantasnya dia membawa saudaranya kedalam diin (agama) raja tersebut…[48]
Bahwa ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa Yusuf as tidak menjalankan peraturan dan undang-undang rajanya, dan tidak juga tunduk kepadanya atau diharuskan untuk menjalankannya..
Lalu apakah hal yang kondisi semacam ini terjadi dalam kementerian-kementerian atau parlemen-parlemen thoghut pada hari ini ?? atau apakah posisi menteri itu seperti sebuah negara dalam negara…?? Jika hal ini tidak terwujud maka tidak ada sisi yang bisa dikiyaskan di sini…
3- Sesungguhnya Nabi Yusuf as menjabat sebagai menteri tersebut bersadarkan kekuasaan yang diberikan oleh Alloh SWT, Alloh berfirman:
وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي اْلأَرْضِ
Dan demikianlah Kami jadikan Yusuf berkuasa di muka bumi.[49]
Maka hal itu merupakan kekuasaan yang diberikan oleh Alloh, sehingga rajanya atau yang lainnya tidak bisa mengganggunya atau memecatnya dari jabatannya, meskipun beliau menyelisihi perintah atau hukum dan keputusan rajanya …
Lalu apakah orang-orang hina yang menduduki jabatan hina di sisi thoghut itu pada hari ini yang mana sebenarnya jabatan mereka itu hanyalah permainan di tangan thoghut, ada kemiripannya dengan kedudukan beliau, sehingga dapat dikiyaskan dengan jabatan dan kekuasaan Nabi Yusuf as tersebut?
4- Sesungguhnya Nabi Yusuf as diberi jabatan sebagai menteri (dengan kokoh, kebal) dengan sebenarnya dan dengan sempurna oleh raja tersebut. Alloh SWT berfirman:
فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
Maka ketika raja itu telah berbicara dengannya raja itu mengatakan: Sesungguhnya engkau pada hari ini mempunyai kedudukan yang kokoh dan terpercaya di sisi kami.[50]
Maka raja memberikan kepadanya kebebasan untuk mengatur secara sempurna dan tidak dikurangi sedikitpun kekuasaannya sebagai menteri.
وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي اْلأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَآءُ
Dan demikianlah Kami telah menjadikan Yusuf berkuasa di muka bumi di sana dia bisa bertempat di mana saja ia kehendaki.[51]
Maka tidak ada yang menentangnya atau memintai pertanggung jawaban kepadanya atau mengawasi apapun yang ia lakukan .. lalu apakah keadaan seperti ini terwujud dalam kementerian-kementerian thoghut pada hari ini ataukah kekuasaan itu hanya merupakan kekuasaan semu dan palsu… yang bisa hilang dan digulung dengan cepat jika menteri tersebut bermain dengan ekornya, atau menunjukan suatu penyelisihan atau keluar dari ketetapan dan diin (agama) raja?? Maka menteri itu bagi mereka bukan lain hanyalah seorang pembantu untuk menjalankan politik-politik raja yang melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, dan dia tidak mempunyai hak untuk menyelisihi satu perintahpun dari perintah-perintah raja, atau menyelisihi undang-undang buatan manusia meskipun bertentang dengan perintah dan diin (agama) Alloh SWT…
Dan barang siapa menyangka bahwasanya keadaan seperti ini mirip dengan keadaan dan kekuasaan Nabi Yusuf as maka dia telah membuat kebohongan besar, kafir kepada Alloh dan mendustakan pujian Alloh kepada Yusuf as…
Dan jika telah difahami bahwasanya keadaan dan posisi beliau as tidak terwujud pada hari ini dalam kementerian-kementerian thoghut … maka tidak ada sedikitpun di sini sisi yang dapat diqiyaskan, oleh karena itu hendaknya para pengangguran itu tidak lagi berkicau dan mengigau tentang masalah ini…
Ketiga: di antara bantahan yang dapat menggugurkan syubhat ini adalah apa yang dikatakan oleh beberapa ahli tafsir bahwasanya raja tersebut telah masuk Islam. Perkataan ini diriwayatkan dari Mujaahid yang merupakan murid Ibnu ‘Abbaas ra, dan perkataan ini membantah penggunaan kisah ini sebagai dalil dari akarnya…
Sedangkan kami menganut diin (agama) Alloh dengan pemahaman dan keyakinan bahwasanya mengikuti ayat dalam kitab Alloh SWT yang bersifat umum dan yang dhoohir itu lebih utama dari pada mengikuti perkataan atau penafsiran-penafsiran, omongan-omongan kosong dan kesimpulan-kesimpulan seluruh manusia yang tidak berdasarkan dalil dan alasan … maka di antara yang menunjukkan pendapat ini adalah firman Alloh SWT tentang Yusuf as:
وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي اْلأَرْضِ
Dan demikianlah telah Kami jadikan Yusuf berkuasa di muka bumi.[52]
Dan kekuasaan yang bersifat umum ini telah Alloh terangkan secara rinci dalam tempat lain dalam Al Qur’an, yaitu ketika menerangkan keadaan orang-orang beriman yang diberikan kekuasaan di muka bumi, dalam firmanNya yang berbunyi:
الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي اْلأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ
Yaitu orang-orang yang apabila Kami beri kekuasaan di muka bumi mereka menegakkan sholat, menunaikan zakat, beramar ma’ruf (menyuruh berbuat kebaikan) dan nahi munkar (melarang berbuat kemungkaran). Dan kesudahan yang baik dari semua permasalahan itu hanyalah milik Alloh.[53]
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya Nabi Yusuf adalah termasuk mereka (orang-orang yang diberi kekuasaan di muka bumi) bahkan ia adalah di antara para pemuka orang-orang yang jika Alloh memberi kekuasaan kepada mereka, mereka beramar ma’ruf dan nahi munkar… dan tidak diragukan lagi oleh orang yang memahami diinul Islaam bahwasanya perbuatan ma’ruf (baik) yang paling besar adalah tauhid yang merupakan prinsip yang paling mendasar di dalam dakwah Nabi Yusuf  dan bapak-bapaknya as …. Dan bahwasanya kemunkaran yang paling besar adalah kesyirikan yang senantiasa diperingatkan oleh Nabi Yusuf  serta dibenci, dimarahi dan dimisuhi para penganut-penganutnya … ini semua menunjukkan secara jelas bahwasanya Nabi Yusuf setelah diberikan kekuasaan oleh Alloh, beliau menyatakan millah (ajaran) bapak-bapaknya yaitu Nabi Ya’qub, Nabi Is-haq dan Nabi Ibrohim secara terang-terangan, dengan cara memerintahkan untuk melaksanakannya dan melarang bahkan memerangi segala yang menyelisihi dan berlawanan dengannya … sehingga beliau tidaklah memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh, dan beliau juga tidak membantu untuk menjalankan hukum selain hukum yang diturunkan Alloh, dan tidak pula membantu para robb yang menetapkan hukum dan thoghut-thoghut yang diibadahi selain Alloh, dan tidak pula membela mereka atau mengangkat mereka sebagai pemimpin sebagai mana yang dilakukan orang-orang yang terlena dalam jabatan mereka pada hari ini…
Apalagi mengikuti mereka dalam hukum-hukum yang mereka tetapkan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang tertipu dalam parlemen, bahkan bisa dipastikan bahwa beliau mengingkari perilaku dan kemungkaran mereka, dan menjalankan kekuasaan berdasarkan tauhid dan beliau menyerukannya. Dan beliau mencampakkan dan menjauhkan orang yang menyelisihi dan menentang tauhid, siapapun orangnya … Hal itu dinyatakan dalam kalaamullooh (Al Qur’an) … dan jika ada orang yang mengatakan bahwa seorang yang shiddiiq, yang mulian, anak keturunan dari orang-orang yang mulia (yaitu Nabi Ya’qub, Nabi Is-haq dan Nabi Ibrohim) tersebut tidak seperti ini maka tidak ada lain kecuali dia seorang kafir yang keji yang telah berlepas diri dari millah beliau yang suci …
Dan di antara yang secara jelas menunjukkan dan memperkuat permasalahan ini adalah … penjelasan dan penafsiran secara global dari firman Alloh SWT:
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
Dan raja itu mengatakan: Datangkanlah kemari dia niscaya saya pilih dia untuk diriku sendiri. Maka tatkala ia telah berbicara dengannya ia mengatakan: Sesungguhnya kamu hari ini mempunyai kedudukan yang kokoh dan terpercaya di sisi kami.[54]
Lalu apa kiranya yang dibicarakan raja dengan Nabi Yusuf di sini sehingga dapat menjadikannya taajub dan memberikan kepadanya kedudukan yang kokoh dan kepercayaan? Apakah kira-kira ia membicarakan cerita istri Al ‘Aziiz, padahal ceritanya telah selesai dan kebenaran dalam permasalahan itu telah nampak … atau kira-kira ia membicarakan tentang persatuan bangsa dalam satu negara!! Permasalahan ekonomi!! dan lain-lain … dan lain-lain…atau apa???
Tidak ada seorangpun yang berhak menafsirkan hal-hal yang ghaib dan mengatakan mengenai permasalahan ini tanpa ada landasan dalil. Jika ia melakukannya maka dia termasuk dalam golongan orang-orang yang dusta … akan tetapi yang menjelaskan dan yang menafsirkan firman Alloh SWT yang berbunyi:
فَلَمَّا كَلَّمَهُ
…maka tatkala raja berbicara dengannya…
.. adalah jelas dan terang terdapat di dalam firman Alloh SWT:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
dan sungguh telah Kami utus seorang Rosul pada setiap umat yang menyerukan: Beribadahlah kalian kepada Alloh dan jauhilah thoghut.[55]
Dan firman Alloh SWT:
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu: Jika kamu berbuat syirik tentu akan hapus amalanmu dan kamu benar-benar termasuk golongan orang-orang yang merugi.[56]
Dan firman Alloh SWT yang menerangkan misi terpenting dalam dakwah Yusuf as:
إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لاَّيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَهُم بِاْلأَخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ  وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ ءَابَآءِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَاكَانَ لَنَآ أَن نُّشْرِكَ بِاللهِ مِن شَىْءٍ
Sesungguhnya aku meninggalkan millah (ajaran) sebuah kaum yang tidak beriman kepada Alloh dan mereka kafir terhadap akherat. Dan aku mengikuti millah (ajaran) bapak-bapakku Ibrohim, Is-haaq dan Ya’quub. Tidak selayaknya kita menyekutukan Alloh dengan sesuatupun….[57]
Dan firman Alloh SWT:
ءَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ   مَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِه إِلآ أَسْمَآءً سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
Apakah robb-robb yang bermacam-macam itu lebih baik ataukah Alloh Yang Maha Esa Lagi Maha Berkuasa untuk memaksa. Tidaklah kalian beribadah kecuali kepada nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian buat yang tidak Alloh turunkan keterangan tentangnya. Sesungguhnya hukum itu hanyalah hak Alloh. Dia memerintahkan supaya kalian tidak beribadah kecuali kepadaNya. Itulah diin (agama) yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.[58]
Tidak diragukan lagi bahwa perkataan ini merupakan perkataan yang paling agung bagi Yusuf as. Dan inilah diin (agama) yang lurus baginya dan prinsip yang paling mendasar di dalam dakwahnya, millahnya dan millah bapak-bapaknya… apabila ia melakukan amar ma’ruf (menyuruh untuk berbuat kebaikan) maka kebaikan yang paling besar baginya adalah ajaran tersebut … dan jika dia melakukan nahi munkar (melarang kemunkaran) maka tidak ada kemungkaran yang lebih besar baginya dari pada hal-hal yang bertentangan dan berlawanan dangan ajaran tersebut … Apabila hal ini telah kita pahami … Sedangkan jawaban raja tersebut adalah:
إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
Sesungguhnya engkau hari ini mempunyai kedudukan yang kokoh dan kepercayaan di sisi kami.
Ini adalah dalil yang menunjukkan secara jelas bahwasanya raja tersebut mengikutinya dan setuju dengan ajarannya dan bahwasanya ia telah meninggalkan ajaran kafir dan mengikuti millah (ajaran) Nabi Ibrohim, Nabi Is-haaq, Nabi Ya’quub dan Nabi Yusuf as …
Atau jika anda mau silahkan katakan: Minimal ia membiarkan tauhidnya dan ajaran bapak-bapaknya, dan diberikan kepadanya kebebasan untuk berbicara dan mendakwahkannya, serta membodoh-bodohkan apa-apa yang menyelisihinya, sedangkan raja itu tidak memprotes sedikitpun mengenai hal itu dan tidak pula menyuruhnya untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajarannya … dan hal ini cukup bagi anda sebagai perbedaan yang sangat jauh antara kondisi beliau as … dan antara kondisi orang-orang sesat dari kalangan para pembela dan pembantu thoghut di dalam lembaga-lembaga kementerian pada hari ini, atau yang berperan serta dalam membuat hukum di lembaga parlemen mereka … [59]
Keempat: apabila engkau telah memahami dari pembahasan di atas dan telah yakin bahwasanya menjabatnya Yusuf sebagai menteri itu tidak menyelisihi tauhid dan tidak bertentangan dengan millah Ibrohim sebagai mana yang terjadi dalam kementerian pada zaman ini …
Maka seandainya raja tersebut tetap di dalam kekafirannya .. maka permasalah menjabatnya Nabi Yusuf sebagai menteri tersebut adalah permasalahan furuu’ (cabang) yang tidak menjadi persoalan dalam ash-lud diin (pokok diin) karena sebelumnya telah kita tetapkan bahwasanya Nabi yusuf as tidak terjerumus dalam kekafiran atau kesyirikan atau berwalaa’ (loyal) kepada orang-orang kafir atau membuat syariat sebagai tandingan Alloh akan tetapi beliau memerintahkan tauhid dan melarang semua perbuatan itu .. dan Alloh telah berfirman dalam masalah hukum-hukum furuu’ (cabang):
لِكُّلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
Bagi masing-masing di antara kalian telah kami berikan syariat dan manhaj.[60]
Maka syariat para Nabi itu bisa berbeda-beda dalam masalah hukum-hukum furuu’ akan tetapi syariat mereka dalam masalah tauhid satu. Rosululloh SAW bersabda:
نحن معاشر الأنبياء إخوة لعلات ديننا واحد
Kami para Nabi adalah bersaudara yang merupakan anak-anak ‘allaat yang mana diin (agama) kami satu.[61]
Yang dimaksud dengan anak-anak ‘allaat adalah bersaudara dari ibu yang berbeda-beda dan satu bapak… hal ini merupakan isyarat terhadap kesamaan mereka dalam ash-lut tauhiid (dasar tauhid) dan berbeda-beda dalam hukum-hukum syariat yang bersifat furuu’ (cabang) … maka dalam masalah hukum-hukum syariat bisa jadi sesuatu itu diharamkan di dalam syariat orang-orang sebelum kita namun dihalalkan di dalam hukum syariat kita seperti ghonimah (harta rampasan perang), dan begitu pula sebaliknya. Atau hukum tersebut keras untuk orang-orang sebelum kita lalu diringankan untuk kita, dan demikianlah .. oleh karena itu tidak semua syariat orang-orang sebelum kita itu merupakan syariat bagi kita .. khususnya apabila ada dalil yang menyelisihinya dalam syariat kita..
Dan telah ada dalil shohiih dalam syariat kita yang bertentangan dan yang mengharamkan apa yang disyariatkan kepada Nabi Yusuf as tersebut … Ibnu Hibbaan meriwayatkan dalam Shohiihnya dan juga Abu Ya’laa serta Ath Thobrooniy bahwasanya Nabi SAW bersabda:
ليأتين عليكم أمراء سفهاء يقربون شرار الناس، يؤخرون الصلاة عن مواقيتها، فمن أدرك ذلك منكم فلا يكونن عريفا ولا شرطيا ولا جابيا ولا خازنا
Benar-benar akan datang kepada kalian para pemimpin bodoh yang mendekatkan orang-orang paling jahat kepada diri mereka, mereka mengundur-undur sholat dari waktunya, maka barangsiapa di antara kalian menjumpai masa itu janganlah sekali-kali menjadi buruh atau polisi atau penarik pajak atau bendahara.
Dan menurut pendapat yang roojih (lebih kuat), para pemimpin yang disebutkan dalam hadits ini bukanlah para pemimpin yang kafir akan tetapi mereka adalah para pemimpin yang faajir (jahat) lagi bodoh. Karena biasanya dalam suatu peringatan itu disebutkan kerusakan dan kejelekannya yang paling besar, maka seandainnya mereka itu orang-orang yang kafir tentu dijelaskan oleh Nabi SAW; namun kejahatan paling besar mereka yang disebutkan oleh Nabi SAW adalah mendekatkan orang-orang yang paling jahat kepada diri mereka dan mengundur-undur sholat dari waktunya.. namun demikian di sini Rosul SAW jelas-jelas melarang untuk menjadi Khoozin (bendahara) bagi mereka … maka apabila menjadi seorang bendahara bagi para pemimpin yang dholim saja dilarang dan diharamkan di dalam syariat kita … lalu bagaimana dengan menjabat sebagai menteri perbendaharaan pada raja-raja kafir dan pemimpin-pemimpin musyrik?
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ اْلأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
Ia (Yusuf) mengatakan: Jadikanlah aku sebagai bendaharawan Mesir, sesungguhnya aku pandai menjaga lagi berpengetahuan.[62]
Ini merupakan dalil yang shohiih dan keterangan yang jelas yang menunjukkan bahwasanya ini merupakan syariat bagi orang-orang sebelum kita, dan bahwasanya dalam syariat kita telah mansuukh (sudah tidak berlaku, hukumnya dihapus)… Walloohu Ta’aalaa A’lam..
Ini semua cukup bagi orang yang mencari kebenaran .. akan tetapi bagi orang yang lebih mengedepankan istihsaan (sesuatu yang dianggap baik) nya, istish-laah (sesuatu yang di anggap maslahat) nya dan perkataan-perkataan manusia dari pada dalil-dalil dan keterangan-keterangan ini, maka meskipun engkau datangkan gunung di hadapannya ia tidak akan mendapat petunjuk…
وَمَن يُرِدِ اللهُ فِتْنَتَهُ فَلَن تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللهِ شَيْئًا
Dan barang siapa yang ingin disesatkan oleh Alloh maka kamu tidak akan dapat menghalangi Alloh untuk menyesatkannya sedikitpun. [63]
Dan terakhir sebelum saya akhiri pembahasan mengenai syubhat ini saya ingatkan bahwasanya ada sebagian orang-orang sesat yang memperbolehkan perbuatan syirik dan kufur dengan menggunakan istihsaan dan istish-laah mereka yang memperbolehkan masuk ke dalam lembaga-lembaga kementerian yang kafir dan lembaga-lembaga parlemen yang syirik, mereka mencantumkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rh mengenai menjabatnya Yusuf sebagai menteri, di dalam alasan dan syubhat mereka … dan ini sebenarnya termasuk dari bentuk mencampur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan juga merupakan perkataan dusta dengan mengatasnamakan perkataan Syaikhul Islam padahal ia tidak pernah mengatakannya … karena ia (Ibnu Taimiyyah) berhujjah dengan kisah Nabi Yusuf as itu bukan untuk ikut serta di dalam membuat hukum dan kekafiran atau memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh … kami berlindung kepada Alloh, sesungguhnya kami menjauhkan diin (agama) Syaikhul Islam bahkan akalnya dari perkataan yang keji seperti ini yang mana tidak akan ada yang berani mengucapkannya kecuali orang-orang yang hina pada zaman-zaman akhir ini… kami katakan ini … meskipun kami belum membaca perkataannya dalam masalah ini, karena ucapan seperti ini tidak akan pernah dikatakan oleh orang yang berakal, apalagi dikatakan oleh seorang ulama’ robbaaniy seperti Syaikhul Islam rh … lalu bagaimana sedangakan perkataannya dalam masalah ini jelas dan terang .. karena semuanya diucapkan berdasarkan kaidah menolak kerusakan yang paling besar dari dua kerusakan dan meraih kemaslahatan yang paling besar dari dua kemaslahatan ketika keduanya saling bertentangan … dan engkau telah memahami bahwasanya kemaslahatan yang paling besar di jagat raya ini adalah tauhid dan kerusakan yang paling besar di jagat raya ini adalah syirik .. dan ia (Ibnu Taimiyyah) menerangkan bahwasanya Yusuf menegakkan keadilan dan kebaikan sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana di dalam Al Hisbah[64], ia (Ibnu Tamiyyyah) mengatakan dalam menggambarkan kekuasaannya: “Dan beliau (Nabi Yusuf) melaksanakan keadilan dan kebaikan yang ia mampu lakukan dan menyeru mereka kepada keimanan sesuai dengan kemampuan.”
Dan ia mengatakan: “Akan tetapi beliau melaksanakan keadilan dan kebaikan yang memungkinkan untuk dilaksanakan.” [65]
Dan ia tidak mengatakan secara mutlak bahwasanya Nabi Yusuf telah membuat syariat sebagai tandingan Alloh atau ikut-ikutan dalam memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh atau mengikuti demokrasi atau diin-diin (agama-agama) lain yang bertentangan dengan diin (agama) Alloh, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sesat tersebut yang mencantumkan perkataan Syaikhul Islam rh di dalam alasan-alasan mereka yang terbantahkan dan syubhat-syubhat mereka yang berhamburan yang bertujuan untuk menyesatkan orang-orang awam dan untuk mencampur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan cahaya dengan kegelapan…
Kemudian kita ini, wahai saudaraku se-tauhid … pemimpin dan penunjuk kita yang kita kembali kepadanya ketika ada perselisihan adalah wahyu --- firman Alloh dan sabda Rosul SAW ---dan bukan yang lainnya, dan setiap orang sepeninggal Rosululloh SAW perkataannya bisa diterima dan bisa ditolak --- maka seandainya apa yang mereka katakan itu keluar dari lisan Syaikhul Islam, dan ini tidak mungkin --- tentu kita tidak akan menerimanya walaupun darinya atau dari ulama’ yang lebih besar dari padanya, sampai ia mendatangkan dalil dari wahyu kepada kita …
قُلْ إِنَّمَآ أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ
Katakanlah: Sesungguhnya aku hanyalah mengingatkan kalian dengan berdasarkan wahyu.[66]
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Katahalah: Datangkalah dalil kalian jika kalian benar.[67]


[1] - QS. Adz dzaariyaat: 56
[2]  - QS. An Nahl: 36
[3]  - QS. Al Baqoroh: 256
[4]  - QS. Az Zumar: 17
[5]  - dengan pengecualian ini (yaitu: sedangkan dia tidak mengingkari hal itu-pentj.) maka tidak termasuk dalam hal ini para Malaikat, para Nabi dan orang-orang sholih yang diibadahi sedangkan mereka tidak ridlo dengan peribadahan tersebut … maka mereka tidak disebut sebagai thoghut dan juga tidak disikapi baroo’ terhadap mereka, namun yang disikapi baroo’ adalah bentuk ibadah kepada mereka dan orang yang beribadah kepada mereka, seperti ‘Isa bin Maryam as.
[6]  - QS. At Taubah: 31
[7]  - QS. Al An’aam: 121 dan silahkan kaji sebab turunnya ayat ini. Hal ini telah diriwayatkan oleh Al Haakim dalam bukunya Al Mustadrok dari Ibnu ‘Abbaas dengan sanad shohiih.
[8]  - QS. An Nisaa’: 60
[9]  - Majmuu’ Fataawaa XXVIII / 201
[10]  - A’laamul Muwaqqi’iin ‘An Robbil ‘Aalamiin I / 50
[11]  - Asy-Syuro: 21
[12]  - Dalam undang-undang Kuwait pasal 51 dikatakan: “As sulthoh At Tasyrii’iyyah (kekuasaan legislatif) di pegang oleh al amiir (raja) dan dewan perwakilan rakyat berdasarkan undang-undang.”Dan Yordan, negara tetangganya menyatakan dalam undang-undangnya pasal 25: “As Sulthoh At Tasyrii’iyyah (kekuasaan legislatif) dipegang oleh raja dan dewan perwakilan rakyat.” Sama juga yang tercantum dalam undang-undang Mesir pasal 86: “Dewan perwakilan rakyat memegang sulthotut tasyrii’ (kekuasaan legistalif).”
[13]  - Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang bersamanya adalah para pengikutnya atau para Nabi yang berada di atas jalannya.
[14]  - Al Mumtahanah: 4
[15]  - Disarikan dari Sabiilun Najaat Wal Fikaak Min Muwaalaatil Murtaddiin Wa Ahli Isyrook karangan Hamad bin ‘Atiiq… dan silahkan kaji risalah kami yang berjudul Millah Ibrohim Wa Da’watul Anbiyaa-i Wal Mursaliin Wa Asaaliibith Thughooti Fii Tamyii’ihaa Wa Shorfid Du’aat ‘anhaa diterbitkan oleh An Nuur Lil I’laamil Islaamiy
[16]  - QS. An Nahl: 36
[17]  - Al Hajj: 30
[18]  - QS. Ibrohim: 35
[19]  - QS. Al Baqoroh: 166-167
[20]  - Muttafaq ‘alaih, potongan dari sebuah hadits tentang orang-orang beriman melihat robb mereka pada hari qiyamat.
[21]  - QS. Ash Shoffaat: 22
[22]  - QS. Ash Shoffaat: 33-35
[23]  - QS. Al Baqoroh: 132
[24]  - QS. Ali ‘Imroon: 19
[25]  - QS. Ali ‘Imroon: 85
[26]  - QS. Al Maa-idah: 49
[27]  - Pada pasal ke 6 dalam undang-undang Kuwait dikatakan: “Rakyat merupakan sumber semua kekuasaan.” Dan pada pasal ke 51: “As Sulthoh At Tasyrii’iyyah (kekuasaan legislatif) dipegang oleh oleh Raja dan dewan perwakilan rakyat berdasarkan undang-undang.” Dan pada pasal ke 24 dalam undang-undang Yordan disebutkan: “Rakyat adalah sumber semua kekuasaan.” Dan : “Rakyat menjalankan kekuasaannya sesuai dengan yang dijelaskan dalam undang-undang.”
[28] - QS. An Nisaa’: 59
[29] - Alloh menceritakan kepada kita dalam Al Qur-aanul Kariim bahwasanya Nabi Ibrohim as mengucapkan perkataan ini terhadap kaumnya setelah beliau menjelaskan kepada mereka kebodohan sesembahan-sesembahan dan thoghut-thoghut mereka.
[30]  - Dan sangat disayangkan sekali semua ini ada dan terjadi di Kuwait … Dan juga di banyak negeri.
[31]  - QS. Asy Syuro: 21
[32]  - QS. Yuusuf: 39-40
[33]  - QS. An Naml: 63
[34]  - QS. Al Baqoroh: 256
[35]  - QS. Al Kahfi: 29
[36]  - QS. Ali ‘Imroon: 83-85
[37]  - QS. Ali ‘Imroon: 7-8
[38]  - QS. Ali ‘Imroon: 85
[39]  - Sebab dalam undang-undang mereka dinyatakan bahwasanya rakyat atau bangsa merupakan sumber kekuasaan (lihat undang-undang Kuwait pasal ke 6 dan undang-undang Yordan pasal ke 24) dan bahwasanya penguasa legislatif adalah raja dan dewan perwakilan rakyat (lihat undang-undang Kuwait pasal ke 51 dan undang-undang Yordan pasal ke 25)
[40]  - QS. Yuusuf: 37-38
[41]  - QS. Yuusuf: 39-40
[42]  - Sebagian orang yang sok ‘aalim berpendapat bahwasanya kementerian itu lebih berbahaya dari pada parlemen, dan mereka berpijak dari pemahaman bahwa parlemen itu merupakan front perlawanan dengan pemerintah, maka mereka itu sebenarnya dalam front ini adalah berjihad di bidang undang-undang, dan pada front tersebut mereka adalah berjuang di bidang hukum dan berperang di bidang diplomasi… dan mereka pura-pura tidak tahu bahwasanya pembuatan hukum itu lebih berbahaya dari pada pelaksanaannya, apalagi pembuatan hukum yang mereka sebut sebagai jihad dan perjuangan ini tidak dilakukan dalam parlemen kecuali harus berdasar undang-undang, menurut diin demokrasi, lihat undang-undang Yordan pasal ke 24 ayat 2 yang menyatakan bahwasanya penguasa legislatif dari rakyat dan yang lainnya tidak menetapkan hukum kecuali berdasarkan apa yang diterangkan dalam undang-undang … dan anggota parlemen itu bukan lain adalah para wakil rakyat yang mempunyai kekuasaan legislatif sebagaimana pengakuan mereka..!
[43]  - QS. An Nisaa’: 60
[44]  - Dalam undang-undang Yordan pasal ke 43 disebutkan: “Perdana menteri dan para menteri sebelum melaksanakan tugas mereka harus bersumpah di hadapan raja sebagai berikut: Saya bersumpah kepada Alloh Yang Maha Agung, untuk setia kepada raja dan untuk menjaga undang-undang…. dst.” Dan juga pada pasal ke 79: “Setiap anggota dewan perwakilan rakyat sebelum memulai pekerjaannya harus bersumpah dihadapan majelis dengan mengucapkan janji berikut: Saya bersumpah demi Alloh yang Maha Agung untuk setia kepada raja dan negara, dan untuk menjaga undang-undang…. dst.” Dan mirip dengan ini yang terdapat dalam undang-undang Kuwait pasal ke 126 dan 91
Apakah dalam pekerjaan Nabi Yusuf terdapat hal-hal semacam ini????
Dan janganlah engkau terkecoh dengan tipu daya orang-orang sesat yang mengatakan: Kita bersumpah tapi kita menyatakan pengecualian dalam hati kita: “… dalam batasan-batasan syar’iy.” Dan katakan kepada mereka bahwa sesungguhnya sumpah itu yang dinilai bukan berdasarkan niat orang yang mengucapkannya, seandainya begitu tentu akan rusak seluruh perjanjian yang dilakukan manusia dan akan membuka peluang untuk semua orang yang ingin bermain-main. Akan tetapi yang dinilai adalah sebagaimana sabda Nabi SAW:
اليمين على نية المستخلف
Sumpah itu sesuai dengan niatnya orang yang menyumpahnya.
Dengan demikian maka sumpah kalian itu tidak dinilai sesuai dengan niat kalian akan tetapi dinilai sesuai dengan niat thoghut yang menyumpah kalian…
[45]  - QS. Yuusuf: 24
[46]  - QS. Shood: 82-83
[47]  - QS. An Nahl: 36
[48]  - QS. Yuusuf: 56
[49]  - QS. Yuusuf: 56
[50]  - QS. Yuusuf: 54
[51]  - QS. Yuusuf: 56
[52]  - QS. Yuusuf: 21
[53]  - QS. Al Hajj: 41
[54]  - QS. Yuusuf: 54
[55]  - QS. An Nahl: 36
[56]  - QS. Az Zumar: 65
[57]  - QS. Yuusuf: 37-38
[58]  - QS. Yuusuf: 39-40
[59]  - Dan keterangan di atas tidak dapat dikacaukan oleh orang-orang yang beralasan dengan firman Alloh SWT yang terdapat dalam surat Ghoofir melalui lidah orang beriman dalam keluarga fir’aun:
ولقد جاءكم يوسف من قبل بالبينات فما زلتم في شك مما جاءكم به حتى إذا هلك قلتم لن يبعث الله من بعده رسولا
Dan sungguh sebelumnya Yusuf telah datang kepada kalian dengan membawa bukti-bukti namun kalian tetap meragukan ajaran yang dia bawa kepada kalian sehingga ketika ia telah meninggal, kalian mengatakan: Sekali-kali Alloh tidak akan mengutus seorang Rosulpun setelahnya..
Hal itu ditinjau dari beberapa sisi:
1-       sesungguhnya ayat ini tidaklah shoriihud dalaalah (menunjukkan secara jelas) bahwa yang dimaksud Yusuf di sini adalah Yusuf bin Ya’qub .. maka bisa jadi ia adalah Yusuf yang lain. Kemungkinan ini disebutkan oleh sebagian ahli tafsir, mereka mengatakan: Dia adalah Yusuf bin Afrooniim bin Yusuf bin Ya’qub yang tinggal di tengah-tengah mereka sebagai Nabi selama 20 tahun. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas ra .. dan lihat Tafsiir Al Qurthubiy .. sedangkan sebuah dalil jika mengandung kemungkinan yang bermacam-macam tidak bisa dijadikan dalil.
2-       Seandainya yang dimaksud dalam ayat inipun Yusuf bin Ya’qub as, ayat ini pun tidak menunjukkan secara jelas bahwa raja tersebut tetap dalam kekafiran, namun yang dibicarakan dalam ayat ini adalah mayoritas Bani Isroil.
3-       Sesungguhnya ayat ini tidak menyebutkan kekafiran yang dinyatakan secara jelas akan tetapi yang disebutkan adalah keraguan, sedangkan keraguan tempatnya adalah di dalam hati yang kadang disembunyikan dan kadang dinampakkan pada kesempatan yang lain .. dan jika telah kita tetapkan bahwa Yusuf itu diberi kekuasaan di muka bumi sedangkan beliau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar sebagaimana yang telah dijelaskan di muka, maka tentu beliau tidak akan rela terhadap seorangpun yang menampakkan kesyirikan di hadapannya … bahkan tidak akan ada seorangpun yang berani melakukan hal itu karena ia adalah seorang penguasa dan Rosul dalam waktu yang sama, sedangkan kemungkaran yang paling besar baginya adalah kesyirikan .. akan tetapi mungkin ia menyembunyikan hal itu dan keluarganya menunjukkan keimanan karena takut terhadap kebenaran yang berkuasa .. dan yang seperti ini adalah munafiq yang mana pelakunya di dunia diperlakukan sesuai dengan apa yang ia tampakkan .. bahkan dalam firman Alloh SWT:
حتى إذا هلك قلتم لن يبعث الله من بعده رسولا
Sehingga ketika ia meninggal kalian mengatakan: Sekali-kali Alloh tidak akan mengutus seorang Rosulpun setelahnya.
Menunjukkan bahwa mereka beriman kepada risalahnya (kerosulannya) meskipun hanya secara dhohir.
Dan di sini perlu diperhatikan bahwasanya sebagian orang yang tersesat juga menyebutkan orang beriman di dalam keluarga fir’aun ini di dalan syubhat-syubhat mereka tentang masalah ini dengan alasan ia menyembunyikan keimanannya … maka kami jawab: Dari sisi mana kita mengambil dalil dari kisah orang beriman yang berada dalam keluarga fir’aun tersebut dalam masalah yang kita perselisihkan ini?… sesungguhnya di sana terdapat perbedaan yang jauh antara menyembunyikan dan menutupi iman bagi orang-orang mustadh’afiin (lemah dan tertindas) dan antara ikut serta dalam kekafiran, kesyirikan, pembuatan syari’at dan bersepakan di atas diin selain diin Alloh SWT .. apakah kalian bisa membuktikan kepada kami bahwa orang beriman yang berada di dalam keluarga fir’aun tersebut telah membuat syariat sebagaimana yang kalian lakukan, atau bahwa dia ikut serta dalam memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh sebagaimana yang kalian ikut serta di dalamnya atau dia bersepakat di atas paham demokrasi atau di atas diin selain diin Alloh SWT sebagaimana yang kalian lakukan??? Buktikan ini dulu dan sebelumnya bersihkanlan duri-durinya kemudian baru setelah itu menggunakannya sebagai dalil .. kalau tidak bisa maka janganlah kalian berkicau dan mengigau…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar