DEMOKRASI
ADALAH DIIN (AGAMA)
Sesungguhnya
segala puji hanyalah milik Alloh, kami memujiNya, memohon ampun kepadaNya dan
berlindung kepadaNya dari kejahatan-kejahatan diri kami sendiri dan dari
keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh
maka dia adalah orang yang mendapat petunjuk dan barang siapa yang disesatkan
maka engkau sekali-kali tidak akan mendapatkan pelindung yang dapat memberikan
petunjuk kepadanya …. Dan saya bersaksi bahwasanya tidak ada ilaah
kecuali Alloh, Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagiNya. Dia lah yang
mencukupi kami dan Dialah sebaik-baik penjamin… dan saya bersaksi bahwasanya
Muhammad adalah hamba dan utusanNya, dialah pemimpin kami dan suri tauladan
kami, semoga sholawat serta salam
senantiasa terlimpahkan kepada beliau, keluarga beliau, para sahabat beliau dan
para pengikut beliau sampai hari qiyamat …
Wa ba’du:
Lembaran-lembaran
ini saya tulis dengan tergesa-gesa menjelang diadakannya pemilu anggota
parlemen kesyirikan. Yaitu setelah manusia tertimpa bencana demokrasi, dan yang
secara argumen dibela oleh para pendukung thoghut yang telah keluar dari Islam
atau oleh orang yang mengenakan pakaian diin dan dakwah … dan mereka
mencampur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan. Kadang-kadang mereka sebut
sebagai kebebasan, terkadang syuro dan terkadang mereka berdalih dengan jabatan
yang dipegang oleh Nabi Yusuf as di sisi seorang raja ketika itu, terkadang
berdalih dengan kekuasaan An Najaasyiy… sedangkan yang lain berdalih
dengan kemaslahatan dan istihsaan
(menempuh jalan yang dianggap baik) … dengan tujuan untuk mengkaburkan
kebenaran dengan kebatilan terhadap orang-orang bodoh, dan untuk mencampur
antara cahaya dan kegelapan, juga antara syirik dengan tauhid dan Islam… dan
dengan bimbingan Alloh ta’aalaa kami telah membantah syubhat-syubhat
tersebut dan kami telah jelaskan bahwasanya demokrasi itu adalah diin yang
bukan diin Alloh dan millah (ajaran) yang bukan millatut tauhiid, dan bahwasanya lembaga-lembaga
parlemen itu bukan lain hanyalah istana-istana kesyirikan dan benteng-benteng
berhala yang wajib dijauhi dalam rangka untuk merealisasikan tauhid yang
merupakan hak Alloh atas hambaNya, bahkan kita wajib berusaha untuk
menghancurkannya, memusuhi, membenci dan memerangi para pembelanya… dan
sesungguhnya hal ini bukanlah permasalahan ijtihadiyah
sebagaimana yang dikatakan oleh mulabbisiin
(orang-orang yang mencampur-aduk antara yang benar dan yang salah) … namun
ini adalah kesyirikan yang nyata dan jelas, serta kekafiran yang terang dan gamblang,
yang telah Alloh peringatkan dalam muhkamut
tanziil (ayat-ayat yang jelas) dan yang Rosululloh saw perangi sepanjang
hidup beliau….
Oleh karena
itu wahai saudaraku se-tauhid, berusaha keraslah untuk menjadi pengikut dan
pembela Nabi SAW yang mencampakkan kesyirikan dan para penganutnya. Dan
bersegaralah untuk bergabung dengan kelompok yang tegak melaksanakan diin Alloh
ta’aalaa di zaman ghurbah (keterasingan) ini, sebagai mana yang
disabdakan oleh Nabi saw:
لا تزال طائفة من
أمتي قائمة بأمر الله لايضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله
Akan senantiasa ada sekelompok
umatku yang tegak melaksanakan perintah Alloh, mereka tidak terpengaruh dengan
orang-orang yang menterlantarkan mereka dan tidak pula oleh orang yang memusuhi
mereka sampai datang keputusan Alloh.
Semoga Alloh
menjadikan kita termasuk dari kelompok tersebut, dan segala puji bagi Alloh
baik sebelum dan sesudahnya.
Ditulis oleh
Abu Muhammad
‘Aashim Al Maqdisiy
PEMBAHASAN
PERTAMA:
Penjelasan Tentang
Prisip Yang Paling Mendasar Dan Tujuan Dari Diciptakannya Makhluq,
Diturunkannya Kitab, Dakwah Para Rosul, Millah Ibrohim Dan Al
‘Urwatul Wutsqoo (Tali Ikatan Yang Paling Kuat) Yang Padanya Terletak
Keselamatan.
Ketahuilah,
semoga Alloh ta’aalaa merahmatimu, bahwasanya pokok permasalahan (diin
Islam), landasan dan tiangnya, dan kewajiban yang Alloh wajibkan pertama
kali wajibkan kepada anak Adam (manusia) untuk mempelajari dan mengamalkannya,
sebelum mewawajibkan sholat, zakat dan seluruh ibadah, adalah kufur terhadap
thoghut dan menjauhihnya, serta memurnikan tauhid kepada Alloh ta’aalaa.
Untuk tujuan inilah Alloh menciptakan ciptaanNya, mengutus para Rosul,
menurunkan kitab-kitab dan mensyariatkan jihad dan istisyhaad … dan
karena ini pulalah terjadi permusuhan antara auliyaa-ur Rohmaan dan auliyaa-usy
syaithoon, dan atas dasar ini pulalah sebenarnya ditegakkan daulah
Islaamiyah dan khilaafah roosyidah… Alloh ta’aalaa berfirman:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ
إِلاَّلِيَعْبُدُونِ
Artinya
adalah untuk beribadah kepadaKu saja … dan Alloh ta’aalaa berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ
رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan telah
Kami utus pada setiap umat seorang Rosul (yang berseru): Beribadahlah kalian
kepada Alloh dan jauhilah thoghut.[2]
Dan
permasalahan ini adalah permasalahan yang paling agung dalam ikatan-ikatan (ajaran-ajaran)
Islam. Dan jihad, dakwah, sholat, shiyam (puasa), zakat dan haji tidak akan
diterima kecuali jika permasalahan ini telah terpenuhi. Dan tidak akan mungkin
bisa selamat dari naar (neraka) kecuali dengan berpegang teguh dengan prinsip
ini. Karena ini adalah satu-satunya tali ikatan yang telah Alloh jamin kepada
kita untuk tidak akan terputus… adapun tali ikatan diin yang lainnya dan
syariat-syariatnya tidaklah mencukupi untuk mendapatkan keselamatan tanpa
adanya tali ikatan ini… Alloh ta’aalaa berfirman:
قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا
Telah jelas
antara yang benar dan yang sesat, maka barangsiapa kufur terhadap thoghut dan
beriman kepada Alloh, ia telah berpegang teguh dengan tali ikatan yang sangat
kuat yang tidak akan terputus…[3]
Dan Alloh ta’aalaa:
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَن
يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ
Dan
orang-orang yang menjauhi untuk beribadah kepada thoghut dan mereka kembali
kepada Alloh bagi mereka adalah kabar gembira. Maka berilah kabar gembira
kepada hamba-hambaKu.[4]
Dan
perhatikanlah bagaimana Alloh lebih mendahulukan penyebutan kufur dan menjauhi
thoghut dari pada beriman dan kembali kepadaNya … hal ini sama persis dengan
didahulukannya an nafyu (penafian)
dari pada al itsbaat (penetapan)
dalam kalimatut tauhiid “laa
ilaaha illallooh” … hal itu tidak lain adalah sebuah peringatan supaya
rukun yang agung yang terdapat dalam al ‘urwatul wutsqoo (tali ikatan
yang paling kuat) ini diperhatikan. Sehingga iman kepada Alloh tidak akan syah
dan tidak akan bermanfaat kecuali jika sebelumnya telah kufur terhadap thoghut…
Dan thoghut
yang wajib engkau kufuri dan engkau jauhi untuk tidak beribadah kepadanya, agar
engkau dapat berpegang teguh dengan tali keselamatan yang paling kuat, bukan
hanya berupa batu, patung, pohon dan kuburan yang diibadahi dengan cara sujud atau berdoa atau bernadzar
atau thowaf saja … akan tetapi ia lebih luas dari pada itu … karena ia mencakup
“segala sesembahan yang diibadahi selain Alloh ta’aalaa dengan bentuk ibadah
apapun sedangkan ia tidak mengingkari hal itu.”[5]
At Thooghuut adalah musytaqq (pecahan kata) dari At
Thughyaan yang artinya adalah tindakan melampaui batas yang dilakukan oleh makhluq
terhadap tujuan penciptaannya … dan ibadah itu bermacam-macam. Sebagaimana
ruku’, sujud, berdoa, bernadzar dan menyembelih binatang itu merupakan ibadah,
begitu pula mentaati tasyrii’ (menetapkan syariat) itu juga merupakan ibadah
… Alloh ta’aalaa berfirman mengenai orang-orang nasrani:
اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ
وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ
Mereka
menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai robb-robb
(tuhan-tuhan) selain Alloh.[6]
Padahal
mereka (orang-orang nasrani) tersebut tidaklah sujud atau ruku’ kepada
pendeta-pendeta mereka … akan tetapi orang-orang nasrani itu mentaati
pendeta-pendeta mereka dalam menghalalkan sesuatu yang haram dan dalam
mengharamkan sesuatu yang halal, dan mereka semua sepakat bersama
pendeta-pendeta tersebut dalam hal itu, maka perbuatan mereka ini Alloh
tetapkan bahwa mereka telah menjadikan pendeta-pendeta tersebut sebagai robb-robb…
karena taat dalam tasyrii’ (menetapkan syariat) itu adalah salah satu
bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Alloh … jika seseorang melakukan
hal ini kepada selain Alloh ta’aalaa walaupun hanya dalam satu perkara
maka dia telah musyrik lantaran perbuatannya itu…
Yang
menunjukkan atas hal ini secara jelas adalah sebuah dialog yang terjadi pada
zaman Nabi SAW antara auliyaa-ur Rohmaan dan auliyaa-usy syaithoon
mengenai bangkai dan pengharamannya. Yang mana orang-orang musyrik berusaha
agar kaum muslimin bisa menerima bahwasanya tidak ada bedanya antara domba yang
disembelih kaum muslimin dengan domba yang mati dengan sendirinya, dengan dalih
bahwasanya bangkai itu mati karena Alloh ta’aalaa yang menyembelihnya.
Maka Alloh ta’aalaa menurunkan hukumNya dari atas langit yang ketujuh
mengenai perkara ini, maka Alloh berfirman:
وإن أطعتموهم إنكم
لمشركون
Dan jika
kalian mentaati mereka maka sesungguhnya kalian benar-benar orang-orang musyrik.[7]
Maka
masuklah ke dalam kategori thoghut ini setiap orang yang menjadikan dirinya
sebagai musyarri’ (yang menetapkan
syariat) selain Alloh baik ia itu seorang penguasa atau ia seorang rakyat, baik
dia itu seorang wakil rakyat yang berada di dalam as sulthoh at tasyrii’iyyah
(dewan legislatif) atau dia sebagai rakyat yang diwakili oleh DPR artinya dia
adalah sebagai orang yang ikut memilih para wakil rakyat tersebut … karena
dengan perbuatannya itu ia telah melampaui batas dari tujuan diciptakannya
dirinya, karena sesungguhnya dia diciptakan untuk menjadi hamba Alloh, dan maulaa (tuhan) nya memerintahkannya
untuk mematuhi syariatNya, akan tetapi dia menolak, menyombongkan diri,
melampaui batas dan menerjang batasan-batasan yang telah ditetapkan Alloh ta’aalaa.
Lalu ia hendak menyetarakan dirinya dengan Alloh dan bersekutu dengan Alloh
dalam memiliki hak tasyrii’ (menetapkan syariat) yang mana hak tersebut
tidak boleh dimiliki oleh selain Alloh ‘azza wa jalla … dan setiap orang
yang melakukan hal itu maka dia telah menjadikan dirinya sebagai ilaah musyarri’ (tuhan yang menetapkan
syariat). Dan orang semacam ini tidak diragukan lagi termasuk pentolan-pentolan
thoghut yang mana tauhid dan Islam seseorang tidak akan syah sampai dia kufur
dan menjauhinya serta baroo’
terhadap para penyembah dan pembela (thoghut) tersebut …
Alloh ta’aalaa
berfirman:
يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى
الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ
Mereka
hendak berhukum kepada thoghut padahal mereka telah diperintahkan untuk kufur
kepadaNya.[8]
Mujaahid mengatakan:
“Thoghut adalah syetan yang berbentuk manusia yang dijadikan hakim pemutus
perkara dan seialah orang yang mengendalikan urusan mereka.”
Dan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rh mengatakan: “Oleh karena itu orang yang
dijadikan sebagai pemutus perkara, seperti hakim yang memutuskan perkara dengan
selain kitaabulloh (Al Qur’an), adalah thoghut.”[9]
Dan Ibnul
Qoyyim rh mengatakan: “Thoghut adalah segala sesuatu yang melampaui batas,
yang berupa ma’buud (yang diibadahi) atau matbuu’ (yang diikuti)
atau muthoo’ (yang ditaati), sehingga thoghut adalah semua orang yang
dijadikan pemutus perkara dalam sebuah kaum selain Alloh dan RosulNya, atau
yang mereka ibadahi selain Alloh atau yang mereka ikuti tanpa dasar keterangan
dari Alloh atau yang mereka taati pada hal-hal yang mereka tidak mengetahui
bahwa taat kepadanya merupakan taat kepada Alloh.”[10]
Maka di
antara bentuk thoghut yang diibadahi selain Alloh ta’aalaa pada zaman
sekarang, yang wajib bagi setiap orang yang bertauhid untuk kufur dan baroo’
kepadanya dan kepada para pengikutnya, supaya ia dapat berpegang teguh dengan tali
ikatan yang sangat kuat serta supaya ia selamat dari naar (neraka)
adalah; ilaah-ilaah yang palsu dan robb-robb yang semu yang
dijadikan oleh banyak orang sebagai sekutu yang membuat syariat selain Alloh ta’aalaa…
أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم
مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ
بَيْنَهُمْ
Apakah
mereka mempunyai sekutu-sekutu yang menetapkan untuk mereka syareat diin yang
tidak diijinkan oleh Alloh. Seandainya bukan karena kalimatul fashli (ketetapan
Alloh) tentu mereka dibinasakan.[11]
Karena
mereka mengikuti sekutu-sekutu tersebut dengan memberikan hak tasyrii’
(menetapkan syariat) kepada mereka dan kepada parlemen mereka serta kepada
lembaga-lembaga mereka yang berkuasa dalam skala internasional atau nasional
atau regional…. Dan mereka menyatakan hal itu di dalam undang-undang dan hukum
mereka, dan hal itu merupakan masalah yang masyhur dan dikenal di kalangan
mereka.[12]
Maka dengan begitu mereka merupakan robb-robb bagi setiap orang yang
mentaati, mengikuti dan bersepakat dengan mereka terhadap kekafiran dan
kesyirikan yang nyata ini sebagaimana yang Alloh memvonis orang-orang nasrani (sebagai
orang-orang kafir dan musyrik), ketika mereka mengikuti pendeta-pendeta dan
rahib-rahib mereka dalam permasalahan seperti ini… bahkan mereka ini lebih
buruk dan lebih keji dari pada para pendeta tersebut. Karena para para pendeta
tersebut melakukan dan menyepakatinya namun mereka tidak menetapkannya dalam
sebuah undang-undang atau sistem. Mereka juga tidak membuatnya dalam sebuah kitab
atau sebuah undang-undang atau sebuah lambang, yang mana setiap orang yang
keluar darinya atau mencelanya akan dihukum, dan mereka menyetarakannya dengan kitaabulloh
bahkan menjadikannya sebagai penilai dan pengatur bagi kitaabulloh tersebut,
sebagaimana yang mereka lakukan…
Apabila
kalian telah memahami ini, maka ketahuilah bahwasanya derajat yang paling besar
dalam berpegang teguh dengan al ‘urwatul wutsqoo, dan tingkatan yang
paling tinggi di dalam perkara kufur terhadap thoghut adalah dzirwatu
sanaamil Islaam (puncak yang tertinggi dalam Islam), yaitu jihad
melawannya, melawan pendukung-pendukungnya dan melawan pengikut-pengikutnya,
berusaha untuk menghancurkannya dan berusaha mengeluarkan manusia dari
beribadah kepadanya menuju beribadah kepada Alloh ta’aalaa semata … dan di
antarabentuknya adalah dengan menyatakan kebenaran ini secara terang-terangan
dan mengumumkannya sebagaimana yang dilakukan oleh para Nabi dan sebagaimana
metode yang mereka tempuh yang Alloh terangkan kepada kita dengan keterangan
yang sangat baik. Yaitu ketika memerintahkan kita untuk mengikuti millah
dan dakwah Ibrohim, Alloh berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي
إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَآؤُا
مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ
وَحْدَهُ
Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian
pada Ibrohim dan orang-orang yang bersamanya[13]
ketika mereka mengatakan kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami baroo’
(berlepas diri dan memusuhi) kepada kalian dan kepada apa yang kalian ibadahi
selain Alloh. Kami kufur terhadap kalian dan telah nyata permusuhan dan
kebencian antara kami dan kalian selama-lamanya sampai kalian beriman hanya kepada
Alloh semata. [14]
Maka
firmanNya yang berbunyi ( بدا ) artinya adalah ( ظهر ) “nampak”
dan ( بان ) “jelas”…
dan perhatikanlah didahulukannya permusuhan sebelum kebencian, karena
permusuhan itu lebih penting, sebab terkadang manusia itu membenci
pengikut-pengikut thoghut namun ia tidak memusuhi mereka sehingga ia tidak
dikatakan telah melaksanakan kewajibannya sampai terwujud permusuhan dan
kebencian...
Dan
perhatikan bagaimana Alloh menyebutkan baroo’ mereka (Ibrohim dan
orang-orang yang bersamanya) terhadap kaum mereka yang musyrik sebelum baroo’
terhadap sesembahan-sesembahan mereka, hal ini karena yang pertama itu lebih
penting dari pada yang kedua… hal itu disebabkan karena banyak orang yang
terkadang baroo’ terhadap berhala dan thoghut, atau terhadap undang-undang,
hukum dan diin-diin (agama-agama) yang batil, namun ia tidak baroo’
terhadap penyembah, pendukung dan pengikutnya … sehingga ia tidak dikatakan
telah melaksanakan kewajibannya … Akan tetapi apabila ia baroo’ terhadap
para penyembahnya yang musyrik, tentu konsekuensinya mereka baroo’
terhadap sesembahan-sesembahan dan diin-diin (agama-agama) mereka yang
batil…[15]
Adapun
derajat yang paling rendah yang wajib dilakukan oleh setiap mukallaf
(orang berakal yang sudah baligh), yang mana seseorang tidak akan selamat
kecuali dengannya … Adalah menjauhi thoghut dan tidak beribadah kepadanya atau
tidak mengikutinya dalam kesyirikan dan kebatilannya … Alloh ta’aalaa
berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ
رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan telah
Aku utus pada setiap umat seorang Rosul (yang berseru): Beribadahlah kalian
kepada Alloh dan jauhilah thoghut.[16]
Dan Alloh ta’aalaa
berfirman:
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ اْلأَوْثَانِ
Dan Alloh
berfirman tentang doa yang diucapkan oleh Ibrohim:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ
اْلأَصْنَامَ
Dan
jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari beribadah kepada patung-patung.[18]
Hal ini jika
tidak dilaksanakan oleh seseorang yaitu menjauhi thoghut, namun justru dia
beribadah atau mengikutinya pada saat sekarang, maka dia di akherat akan
termasuk orang-orang yang rugi … dan sama sekali tidak akan berguna dan
bermanfaat seberapapun waktu yang ia habiskan dalam menjalankan diin (agama)
ini jika dia melalaikan prinsip dasar ini, dan dia akan menyesal pada waktu
penyesalan itu sudah tidak bermanfaat lagi, dengan bentuk dia akan
berangan-angan seandainya dia dapat kembali ke dunia untuk melaksanakan rukun
yang agung ini dan supaya ia berpegang teguh dengan al ‘urwatul wutsqoo
ini, serta mengikuti millah yang agung ini….
Alloh ta’aalaa
berfirman:
إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ
اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ اْلأَسْبَابُ وَقَالَ
الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا
تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ
وَمَاهُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
Ingatlah
ketika orang-orang yang diikuti berlepas diri dari orang-orang yang mengikuti,
dan mereka melihat siksa, dan terputuslah semua hubungan. Dan orang-orang yang
mengikuti berkata: Seandainya kami mempunyai kesempatan kami akan berlepas diri
dari mereka sebagaimana mereka berlepas diri dari kami. Begitulah Alloh
memperlihatkan kepada mereka amal-amal mereka berupa penyesalan, dan mereka
tidak akan keluar dari naar (neraka).[19]
Akan tetapi mustahil … Mustahil (mereka akan diberikan
kesempatan lagi). Kesempatan telah hilang dan tidak ada lagi kesempatan atau
kembali ke dunia. Jika engkau, wahai hamba Alloh, ingin selamat dan berharap
mendapat rahmat dari Robbmu, yang telah Alloh tetapkan untuk orang-orang
yang bertaqwa, maka jauhilah semua thoghut dan waspadalah terhadap kejahatan
mereka sekarang juga … Sesungguhnya tidak ada yang dapat menjauhi mereka pada
hari qiyamat dan tidak ada yang selamat dari tempat kembali thoghut-thoghut
tersebut kecuali orang yang pada waktu di dunia ia memisahkan diri dan menjauhi
mereka… adapun orang yang ridlo dengan diin (agama) mereka yang batil
dan mengikutinya, maka pada hari qiyamat akan ada seorang penyeru yang menyeru
di padang mahsyar:
من كان يعبد شيئا
فليتبعه
Barang siapa
beribadah kepada sesuatu maka silahkan mengikuti apa yang ia ibadahi.
… maka orang
yang dahulu beribadah kepada matahari mengikuti matahari, orang yang dahulu beribadah
kepada bulan mengikuti bulan dan orang yang dahulu beribadah kepada thoghut
mengikuti thoghut…
Sampai pada
bunyi hadits yang menceritakan tentang keadaan orang-orang beriman, dikatakan
kepada mereka:
ما يحبسكم وقد ذهب
الناس؟
Apa yang
menghalangi kalian padahal manusia sudah pada pergi?
Mereka
menjawab:
فارقناهم ونحن
أحوج منا إليه اليوم وإنا سمعنا مناديا ينادي، ليلحق كل قوم بما كانوا يعبدون
وإنما ننتظر ربنا
Kami dahulu
memisahkan diri dari mereka pada saat kami sangat membutuhkan mereka. Dan pada
hari ini kami mendengar ada seseorang yang berseru: Hendaknya setiap golongan
bergabung dengan apa yang mereka ibadahi dahulu akan tetapi kami maka kami
menunggu robb (sesembahan) kami.[20]
Coba
perhatikan perkataan orang-orang beriman yang berbunyi:
فارقناهم ونحن
أحوج منا إليه
Kami dahulu
memisahkan diri dari mereka pada saat kami sangat membutuhkan mereka.
Maksudnya
adalah dahulu waktu di dunia kami memisahkan diri dari mereka … padahal kami
membutuhkan dinar, dirham dan materi-materi duniawi mereka… maka bagaimana kami
tidak memisahkan diri dari mereka pada situasi yang sangat besar seperti ini …
dalam pernyataan ini terdapat beberapa rambu-rambu dalam jalan hidup… sebagai
mana yang terdapat dalam firman Alloh ta’aalaa:
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا
وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَاكَانُوا يَعْبُدُونَ
Kumpulkanlah
orang-orang dholim bersama pasangan-pasangan mereka serta apa-apa yang mereka
ibadahi.[21]
Yang
dimaksud dengan “pasangan-pasangan mereka” adalah: orang-orang yang seperti
mereka, kawan-kawan mereka, kelompok mereka dan penolong-penolong mereka dalam
kebatilan mereka… kemudian setelah itu Alloh SWT berfirman:
فَإِنَّهُمْ يَوْمَئِذٍ فِي الْعَذَابِ
مُشْتَرِكُونَ إِنَّا كَذَلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ إِنَّهُم كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لآإِلَهَ
إِلاَّ اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya
mereka pada hari itu bergabung dalam siksaan. Sesungguhnya demikianlah Kami
berbuat terhadap orang-orang yang jahat. Karena sesungguhnya dahulu jika
dikatakan kepada mereka laa ilaaha illallooh (tidak ada ilaah kecuali
Alloh) mereka menyombongkan diri.[22]
Maka
sekali-kali janganlah engkau berpaling dari kalimatut
tauhiid yang murni karena prinsip yang paling mendasar ini merupakan diinul Islaam yang telah dipilih oleh
Alloh untuk para hambaNya yang bertauhid. Maka barangsiapa datang dengan
membawa kalimat tersebut amalnya diterima, dan barang siapa yang datang dengan
membawa diin-diin (agama-agama) lain selainnya amalannya ditolak dan dia
termasuk orang-orang yang rugi… Alloh berfirman:
وَوَصَّى بِهَآإِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبَ
يَابَنِيَّ إِنَّ اللهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Dan Ibrohim
mewasiyatkannya kepada anaknya, dan beqitu pula Ya’qub: Wahai anakku,
sesungguhnya Alloh telah memilihkan diin (agama) untuk kalian maka janganlah
kalian sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim (berserah diri).[23]
Dan Alloh
SWT berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ
Sesungguhnya
diin (agama) yang diterima disisi Alloh itu adalah Islam.[24]
Dan Alloh
berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا
فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan
barangsiapa mencari diin (agama) selain Islam, maka amalannya tidak diterima
dan di akherat ia termasuk orang-orang yang rugi.[25]
Dan
janganlah engkau batasi diin (agama)
itu hanya terbatas pada nasrani, yahudi dan lain-lain.. lalu engkau menganut diin-diin
(agama-agama) lain yang sesat sehingga engkaupun tersesat…. Karena
sesungguhnya diin (agama) itu mencakup semua millah (ajaran) atau
manhaj (ideologi) atau peraturan pemerintahan atau undang-undang yang
diikuti dan dianut oleh manusia … semua itu adalah diin (agama) yang
harus disikapi dengan baroo’ dan harus dijauhi … dan harus dikufuri dan
dijauhi penganut-penganutnya … selain millatut
tauhiid dan diinul Islaam … Alloh
SWT berfirman sebagai perintah agar kita mengatakannya kepada setiap orang
kafir dalam berbagai macam ajaran dan golongannya:
قل يا أيها
الكافرون لا أعبد ما تعبدون
Katakanlah:
Wahai orang-orang kafir. Aku tidak beribadah kepada apa yang kalian ibadahi…..
… sampai
firmanNya tang berbunyi:
لكم دينكم ولي دين
Bagi kalian diin
(agama) kalian dan bagiku adalah diin (agama) ku.
Maka semua millah
(ajaran) kafir yang terkandung dalam sebuah peraturan atau manhaj (ideologi)
yang menyelisihi diinul Islaam adalah
diin (agama) mereka yang telah mereka ridloi (pilih)… dengan demikian
masuklah dalam pengertian ini komunis, sosialis, sekuler, ba’tsiyyah dan
prinsip-prinsip serta manhaj-manhaj (ideologi-ideologi) bid’ah
yang lain buatan manusia berdasarkan pemikiran-pemikiran mereka yang dungu dan
yang mereka ridloi (pilih) sebagai diin (agama) mereka.. dan diantaranya
juga adalah demokrasi, karena ia
adalah diin (agama) yang lain dengan diinul Alloh SWT… dan
berikut ini saya sampaikan kepadamu untaian-untaian kalimat yang mejelaskam
kesesatan diin (agama) bid’ah buatan manusia yang telah menyesatkan
banyak manusia ini, bahkan menyesatkan banyak orang yang mengaku Islam, supaya
kita memahami bahwasanya demokrasi ini adalah millah yang lain dengan millatut tauhiid dan salah satu jalan
dari jalan-jalan yang menyimpang dari jalan yang lurus. Yang mana pada setiap
pintu di jalan yang menyimpang itu ada syetan yang mengajak ke naar (neraka)
… maka jauhilah… dan ajaklah manusia untuk menjauhinya. Dan ini adalah merupakan
…
Peringatan
bagi orang-orang beriman….
Penyadaran
bagi orang-orang yang lalai….
Penyampain
hujjah bagi orang-orang yang membangkang…
Dan sebagai
‘udz-r kepada Robb semesta alam….
PEMBAHASAN
KEDUA:
Demokrasi
Adalah Diin (Agama) Kafir Yang Bid’ah, Dan Status Para Penganutnya
Adalah Antara Menjadi Robb-Robb (Orang-Orang Yang Dipertuhankan) Yang Berfungsi
Sebagai Pembuat Syariat Dan Antara Menjadi Pengikut-Pengikut Yang Beribadah
Kepada Robb-Robb tersebut.
Ketahuilah
bahwasanya asal istilah keji “demokrasi” adalah dari bahasa Yunani, dan bukan dari
bahasa Arab … Ini adalah kata majmuk dari dua kata; demos yang berarti
rakyat … dan kratos yang berarti pemerintahan atau kekuasaan atau hukum…
Dengan demikian maka arti letterleg dari istilah demokrasi adalah: pemerintahan
rakyat atau kekuasaan rakyat atau hukum rakyat….
Dan ini
adalah merupakan ciri yang paling menonjol dalam demokrasi menurut para
penganutnya … dan atas dasar itu pulalah mereka senantiasa memuji-mujinya.
Padahal, wahai saudaraku se-tauhid, ia adalah ciri yang paling prinsipil dalam
kekafiran, kesyirikan dan kebatilan yang sangat berlawanan dan sangat
bertentangan dengan diinul Islaam dan millatut tauhiid…. Karena
dari pembahasan yang telah lalu engkau telah memahami bahwasanya tujuan
mendasar diciptakannya manusia, diturunkannya kitab-kitab dan diutusnya para Rosul,
serta tali ikatan yang paling agung dalam Islam adalah mentauhidkan Alloh di dalam
beribadah dan menjauhi peribadahan kepada selainNya … dan bahwasanya ketaatan
dalam hukum adalah termasuk ibadah yang harus ditauhidkan untuk Alloh, jika
tidak maka seseorang menjadi musyrik bersama orang-orang yang binasa…
Dan sama
saja apakah hak khusus ini diwujudkan dalam bentuk demokrasi yang sesuai dengan
hakekatnya, sehingga kekuasaan itu diberikan kepada mayoritas rakyat,
sebagaimana hal itu merupakan cita-cita tertinggi para penganut demokrasi dari
kalangan kaum sekuler atau orang-orang yang mengaku menganut diinul Islaam…
atau dilaksanakan dalam bentuk sebagaimana yang berlaku pada hari ini, yaitu
kekuasaan berada ditangan para pemuka dari kalangan penguasa dan kelompok
mereka yang dekat dengan mereka dari kalangan keluarga mereka atau dari
kalangan para pedagang besar (bisnisman) dan orang-orang kaya yang menguasai
modal dan menguasai berbagai media masa, yang dengannya mereka dapat sampai
atau menyampaikan siapa saja yang mereka kehendaki ke kursi parlemen (istana
demokrasi) … sebagai mana penguasa mereka atau robb mereka (Raja atau
Presiden) itu juga dapat membubarkan atau membentuk majelis kapan saja ia
kehendaki dan bagaimanapun yang ia kehendaki…
Maka
demokrasi dalam dua bentuk tersebut adalah sama-sama kekafiran terhadap Alloh
yang Maha Agung dan kesyirikan terhadap Robb (penguasa) langit dan bumi
serta bertentangan dengan millatut
tauhiid… dan diin (agama) para Rosul…
Hal itu dikarenakan
oleh berbagai sebab… diantaranya:
Pertama: karena di dalam
demokrasi, yang menetapkan hukum adalah rakyat, atau karena demokrasi adalah
kekuasaan thoghut dan bukan kekuasaan Alloh … Padahal Alloh SWT memerintahkan
NabiNya untuk memutuskan perkara berdasarkan hukum yang diturunkan Alloh dan
melarangnya untuk mengikuti hawa nafsu bangsa atau rakyat, dan Alloh juga
mengingatkan beliau agar tidak menyeleweng dari sebagian apa yang diturunkan
Alloh kepadanya. Alloh SWT berfirman:
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ
اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ
أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ
Dan
putuskanlah perkara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Alloh dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu mereka, dan waspadalah terhadap mereka jangan
sampai mereka menyelewengkanmu dari sebagian apa yang diturunkan Alloh
kepadamu.[26]
… ini di
dalam millatut tauhiid dan diinul Islaam…
Adapun di
dalam diin (agama) demokrasi dan millatusy
syirki, penganutnya mengatakan: Dan hendaknya engkau memutuskan perkara di
antara mereka dengan hukum yang dikihendaki oleh rakyat, dan ikutilah keinginan
mereka, dan waspadalah jangan sampai engkau menyeleweng dari sebagian yang
mereka kehendaki, yang mereka inginkan dan yang mereka tetapkan sebagai hukum …
Demikianlah mereka mengatakan … Dan demikianlah yang ditetapkan oleh demokrasi,
dan ini jelas merupakan kufrun bawwaah
(kekafiran yang nyata) dan syirkun
shorrooh (kesyirikan yang jelas) jika mereka melakukannya … Namun demikian
ternyata apa yang mereka lakukan itu lebih busuk dari pada itu semua. Karena sesunguhnya
jika ia berbicara mengenai kondisi mereka tentu ia akan mengatakan: Dan
hendaknya engkau memutuskan perkara di antara mereka dengan apa yang diinginkan
oleh thoghut dan pembesar-pembesarnya, dan hukum atau undang-undang tidak bisa
ditetapkan kecuali setelah mendapatkan kesepakatan dan persetujuan darinya…!!!
هذا ضلال مبين
واضح أبدا بل هو الشرك بالمعبود
عدوانا
Ini
jelas-jelas merupakan kesesatan yang sangat nyata….
Bahkan ini adalah kesyirikan yang
dilakukan terhadap ma’buud (Alloh) secara melampaui batas…
Kedua: karena demokrasi
adalah berkuasanya rakyat atau berkuasanya thoghut berdasarkan undang-undang
dan bukan berdasarkan syariat Alloh SWT… Inilah yang dinyatakan di dalam kitab
perundang-undangan mereka[27]
yang lebih mereka kultuskan dari pada Al Qur’an, dengan bukti bahwa hukum yang
terdapat dalam undang-undang tersebut lebih mereka utamakan dari pada hukum
yang terdapat dalam Al Qur’an, dan syariat yang terdapat dalam undang-undang
tersebut dijadikan sebagai pengoreksi terhadap syariat yang terdapat dalam Al
Qur’an…oleh karena itu di dalam diin (agama) demokrasi, rakyat tidak
bisa diterima hukum dan syariatnya --- jika mereka konsekusekuen dengan
demokrasi --- kecuali jika sesuai dengan yang tertera di dalam undang-undang
dan sesuai dengan pasal-pasalnya karena undang-undang tersebut nerupakan
undang-undang induk dan kitab yang mereka kultuskan… dan di dalam diin (agama)
demokrasi ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rosul tidak dianggap dan tidak
mungkin ditetapkan sebagai syariat atau undang-undang kecuali jika sesuai
dengan apa yang tertera di dalam kitab suci mereka (yaitu undang-undang)… Dan
jika kalian ragu-ragu mengenai hal ini maka tanyakanlah kepada fuqohaa’ul qoonuun (pakar
undang-undang)…!!!
Alloh SWT
berfirman:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ
ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Jika kalian
berselisih mengenai sesuatu maka kembalikanlah permasalahan itu kepada Alloh
dan Rosul jika kalian beriman kepada Alloh dan hari akhir, hal itu lebih baik
dan lebih bagus kesudahannya.[28]
Sedangkan diin (agama)
demokrasi mengatakan: Jika kalian berselisih pendapat mengenai sesuatu maka
kembalikanlah permasalahan tersebut kepada rakyat, dewan perwakilan rakyat dan
rajanya sesuai dengan undang-undang buatan dan hukum manusia…!!
أف لكم ولما تعبدون من دون الله أفلا
تعقلون
Brengsek kalian dan apa yang kalian
ibadahi selain Alloh, apakah kalian tidak berakal.[29]
Berdasarkan ini semua maka jika
rakyat ingin menjalankan hukum Alloh SWT melalui demokrasi seperti ini dan
melalui majelis perundang-undangan yang syirik … hal itu tidak mungkin mereka
lakukan --- jika hal itu diijinkan oleh thoghut --- kecuali melalui
undang-undang dan pasal-pasal serta apa yang tertera di dalamnya … karena
undang-undang tersebut merupakan kitab sucinya demokrasi, atau katakanlah
undang-undangn tersebut merupakan taurot dan injilnya demokrasi yang telah
diselewengkan sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu …
Ketiga: Sesungguhnya demokrasi merupakan
buah dari sekulerisme yang keji dan anaknya yang tidak syah … karena
sekulerisme adalah: ideologi kafir yang bertujuan untuk menyingkirkan diin (agama)
dari kehidupan atau memisahkan diin (agama) dari negara dan kekuasaan…
Sedangkan demokrasi adalah:
kekuasaan rakyat atau kekuasaan thoghut … dan bagaimanapun demokrasi bukanlah
kekuasaan Alloh Yang Maha Besar Lagi Maha Tinggi. Karena sebagaimana yang
engkau lihat, demokrasi itu tidak menaruh sedikitpun nilai terhadap syariat
Alloh SWT yang muhkam (jelas) kecuali
jika ia sesuai dengan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang tersebut
sebelum yang lain-lain. Kedua: demokrasi adalah keinginan rakyat, dan sebelum
itu semua, demokrasi adalah kepentingan-kepentingan thoghut atau para penguasa…
Oleh karena itu seandainya seluruh
rakyat mengatakan kepada thoghut tersebut atau kepada robb-robb
(tuhan-tuhan) dalam demokrasi tersebut: Kami ingin berhukum dengan apa yang
diturunkan Alloh, dan tidak ada seorangpun yang berhak menetapkan undang-undang
baik itu rakyat atau orang-orang yang mewakilinya di dewan perwakilan rakyat
atau penguasa … dan kami ingin menjalankan hukum Alloh terhadap orang yang
murtad, orang yang berzina, orang yang mencuri dan orang yang minum khomer…
dan… dan kami ingin mewajibkan kepada perempuan untuk memakai hijab dan menjaga
kehormatannya.. dan kami melarang untuk tabarruj
(menampakkan perhiasan), telanjang, berbuat kotor, jahat, zina, liwaath
(homoseks) dan perbuatan-perbuatan keji yang lain… tentu mereka dengan serta
merta akan menjawab: Ini bertentangan dengan diin (agama) kebebasan
demokrasi..!!!
Jadi inilah yang disebut dengan
kebebasan demokrasi, yaitu: membebaskan diri dari diin (agama) Alloh dan
syariat-syariatNya serta melanggar hukum-hukumNya … adapun syariat yang
ditetapkan dalam undang-undang manusia dan hukum-hukumnya harus dilindungi,
disucikan dan dijaga menurut ajaran demokrasi busuk mereka bahkan setiap orang
yang menentangnya atau menyelisihinya atau melawannya harus dihukum….
فتبا لكم تبا لكم تبا لكم تبا لكم حتى يكل اللسان
Maka celaka kalian, celaka kalian,
celaka kalian…
Celaka kalian sampai lidah capek
mengucapkannya…
Dengan demikian --- wahai
saudara-saudara se-tauhid --- demokrasi adalah … diin (agama) yang lain
dengan diin (agama) Alloh SWT… sesungguhnya demokrasi itu adalah
kekuasaan thoghut dan bukan kekuasaan Alloh SWT… sesungguhnya demokrasi itu
adalah syariatnya robb-robb (tuhan-tuhan) yang saling berselisih dan
saling bertentangan, dan bukanlah syariat Alloh yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa
Untuk Memaksa … dan jika ada manusia yang menerima dan setuju dengan demokrasi
… maka sebenarnya dia telah menerima untuk mendapatkan hak untuk menetapkan
hukum berdasarkan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang dan untuk lebih
mengutamakan syariatnya dari pada syariat Alloh Yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa
Untuk Memaksa…
Dan sama saja apakah setelah itu ia
menetapkan hukum atau tidak menetapkan hukum, dan apakah ia menang atau kalah dalam
pemilu syirik. Karena persetujuannya dan penerimaannya terhadap diin (agama)
demokrasi bersama orang-orang musyrik untuk menjadikannya sebagai penguasa dan
hukum, dan untuk menjadikannya sebagai kekuasaan di atas kekuasaan Alloh, kitab
dan syariatNya, adalah sebuah kekafiran tersendiri. Dan ini adalah kesesatan
yang nyata dan jelas bahkan ini adalah kesyirikan terhadap ma’buud (Alloh) secara melampaui batas.
Karena di dalam demokrasi, rakyat
itu diwakili oleh para wakil rakya di parlemen. Maka setiap kelompok atau
jama’ah atau suku memilih seorang robb (tuhan) di antara robb-robb
yang bermacam-macam tersebut, supaya membuat undang-undang untuk mereka sesuai
dengan hawa nafsu dan keinginan mereka … namun sebagaimana yang telah maklum,
harus sesuai dengan pasal-pasal dan apa-apa yang tertera dalam undang-undang
dan harus berada dalam batasan-batasannya … maka di antara mereka ada yang
memilih ma’buud (sesembahan) dan musyarri’ (pembuat syariat) nya
berdasarkan pemikiran dan ideologi… bisa berupa robb (tuhan) dari partai
si fulan … atau ilaah (tuhan) dari partai si fulan … dan di antara
mereka ada yang memilih berdasarkan suku dan kelompok … Bisa ilaah
(tuhan) dari suku si fulan … atau berhala dari suku si fulan yang lain … dan di
antara mereka ada yang memilih ilaah yang salafiy (dari kalangan salafiy) sebagaimana pengakuan mereka,
sedangkan yang lain memilih robb yang ikhwaaniy (dari kalangan ikhwanul muslimin)[30] …
atau sesembahan yang berjenggot dan yang lain memilih yang tidak berjenggot….
Dan demikianlah…:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ
الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ
بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ
Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu
yang menetapkan diin (agama) untuk mereka yang tidak diijinkan oleh Alloh. Dan
kalaulah bukan karena ketetapan Alloh tentu mereka semua dibinasakan, dan
sesungguhnya orang-orang dholim itu bagi mereka adalah siksa yang pedih.[31]
Maka sebenarnya para wakil rakyat
tersebut merupakan berhala-berhala yang diangkat dan patung-patung yang disembah
serta ilaah-ilaah palsu yang diletakkan di tempat-tempat ibadah dan
istana-istana mereka (parlemen) yang dianut oleh mereka dan para pengikut
mereka dalam diin (agama) demokrasi dan dalam syariat undang-undang,
yang kepadanyalah mereka memutuskan perkara sesuai dengan pasal-pasal yang
tertera di dalamnya yang mereka tetapkan dan mereka jadikan sebagai peraturan …
Dan sebelum itu semua, mereka diperintah oleh robb, ilaah dan
patung atau berhala mereka yang paling besar yang pekerjaannya mengesahkan dan
membenarkan undang-undang tersebut atau menolak dan membatalkannya … yaitu pangeran
atau raja atau presiden …
Demikianlah wahai saudaraku
se-tauhid hakekat dan millah (ajaran) demokrasi… diin (agama)
thoghut… bukan diin (agama) Alloh… dan millahnya orang-orang
musyrik… bukan millahnya para Nabi… syariatnya para robb dan
ilaah yang bermacam-macam dan saling bertentangan… bukan syariat Alloh yang
Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa…
ءَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ
اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ مَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِه إِلآ أَسْمَآءً
سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ
Apakah robb-robb yang bermacam-macam
itu lebih baik ataukah Alloh Yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa.
Tidaklah yang kalian ibadahi selain Alloh itu kecuali nama-nama yang kalian dan
bapak-bapak kalian tetapkan yang tidak ada keterangan yang Alloh turunkan
tentangnya.[32]
ءإله مع الله؟؟ تعالى الله عما يشركون
Apakah ada ilaah selain Alloh ??
Maha Tinggi Alloh dari apa yang mereka sekutukan.[33]
Maka silahkan pilih wahai hamba
Alloh … antara diin (agama) dan syariat Alloh yang suci, cahayaNya yang
terang dan jalanNya yang lurus … atau diin (agama) demokrasi, kesyirikan
dan kekafirannya serta jalannya yang bengkok dan buntu … Antara hukum Alloh
Yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa…. Atau hukum thoghut…
قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا
Telah jelas antara kebenaran dan
kesesatan. Maka barangsiapa kufur terhadap thoghut dan beriman kepada Alloh, ia
telah berpegang teguh dengan tali yang sangat kuat yang tidak akan putus…[34]
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن
شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّآ أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ
نَارًا
Dan katakanlah: Kebenaran itu dari Robbmu,
maka barangsiapa menghendaki untuk beriman silahkan beriman dan barangsiapa
menghendaki untuk kafir silahkan kafir, sesungguhnya Kami telah siapkan bagi
orang-orang dholim naar (neraka)…[35]
أَفَغَيْرَ دِينِ اللهِ يَبْغُونَ وَلَهُ
أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ
يُرْجَعُونَ قُلْءَامَنَّا بِاللهِ وَمَآأُنزِلَ عَلَيْنَا
وَمَآأُنزِلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَاْلأَسْبَاطِ وَمَآأُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَالنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ
نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ وَمَن
يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي
اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Apakah selain diin (agama) Alloh
yang mereka kehendaki padahal kepadaNyalah seluruh apa yang ada di langit dan
bumi menyerahkan diri baik dengan suka rela maupun secara terpaksa, dan hanya
kepadaNyalah mereka dikembalikan. Katakanlah: Kami beriman kepada Alloh dan
kepada apa yang diturunkan kepada kami, serta kepada apa yang diturunkan kepada
Ibrohim, Ismail, Is-haq, ya’qub dan anak-anaknya, dan kepada apa yang diberikan
kepada Musa, Isa dan para Nabi dari Robb mereka. Kami tidak membeda-bedakan
seorangpun antara mereka dan kami berserah diri kepadaNya. Dan barangsia
mencari diin (agama) selain Islam maka sekali-kali tidak akan diterima
amalannya dan di akherat dia termasuk orang-orang yang merugi.[36]
PEMBAHASAN KETIGA:
Bantahan Terhadap Syubhat-Syubhat
Dan Kesesatan-Kesesatan Yang Dijadikan Dalih Untuk Membenarkan Diin (Agama)
Demokrasi
Alloh SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ
مِنْهُ ءَايَاتُُ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتُُ
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغُُ فَيَتَّبِعُونَ مَاتَشَابَهَ مِنْهُ
ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ وَمَايَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ
إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِ كُلُُّ
مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَايَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ
هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
Dialah yang menurunkan kitab
kepadamu, di antaranya ada yang merupakan ayat-ayat muhkamaat (jelas)
dan di antaranya ada yang merupakan ayat-ayat
mutasyaabihaat (samar). Adapun orang-orang yang di dalam hatinya
ada penyelewengan maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat
untuk mencari-cari kesesatan dan mencari-cari takwilannya, padahal tidak ada
yang mengetahui takwilannya kecuali Alloh. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya mengatakan: Kami beriman kepadanya bahwa semuanya adalah berasal dari Robb
kami. Dan tidak ada yang mengambil pelajaran kecuali orang-orang berakal. Wahai
Robb kami, janganlah Engkau selewengkan hati kami setelah Engkau memberi
petunjuk kepada kami, dan anugerahkanlah kepada kami rahmat dari sisiMu,
sesungguhnya Engkau Maha Pemberi anugerah.[37]
Dalam ayat ini Alloh menerangkan
kepada kita bahwasanya mannusia dalam menyikapi syariatNya terbagi menjadi dua
golongan:
1-
Orang yang mempunyai ilmu yang mendalam: Mereka mengikuti
dan beriman kepada semuanya. Maka merekapun menghubungkan antara al ‘aam
(yang bersifat umum) dengan mukhosh-shish (yang mengkhususkan) nya, yang
muthlaq (lepas) dengan yang muqoyyid (penentu) nya dan yang mujmal
(bersifat global) dengan yang mubayyin (memperinci) nya. Dan semua yang
sulit dipahami, mereka kembalikan kepada induknya yaitu dasar-dasarnya yang muhkamaat
dan jelas, serta kepada kaidah-kaidahnya yang paten dan kuat yang banyak diterangkan
oleh dalil-dalil syar’iy.
2-
Orang yang menyeleweng dan sesat: yang mengikuti
ayat-ayat mutasyaabihaat, mereka mengikutinya dan mereka merasa senang
dengan ayat-ayat tersebut saja untuk mencari-cari kesesatan … dan mereka
berpaling dari ayat yang muhkam, mubayyin dan mufassir (yang menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang mutasyaabihaat
tersebut)….
Dan di sini … dalam masalah
demokrasi, dewan perwakilan rakyat yang syirik dan yang semacamnya … segolongan
orang menempuh jejak orang-orang yang menyeleweng dan sesat tersebut. Maka
mereka mencari-cari kasus dan syubhat-syubhat untuk mereka jadikan landasan tanpa
menghubungkannya dengan prinsip-prinsip dasarnya yang menjelaskan atau
memperinci atau menafsirkan yang berupa kaidah-kaidah diin (agama) dan
dasar-dasarnya yang kokoh … hal itu mereka lakukan dengan tujuan untuk
mencampur adaukkan antara yang haq dan yang batil, dan antara cahaya dan
kegelapan….
Oleh karena itu akan kami paparkan
secara singkat syubhat-syubhat mereka yang paling masyhur dalam masalah ini,
kemudian kami dengan pertolongan Alloh Sang Raja Yang Maha Memberi Anugerah,
Yang Menjalankan Awan Dan Yang Mengalahkan pasukan-pasukan sekutu, akan
membantahnya.
Syubhat Pertama:
Jabatan Nabi Yusuf Pada Raja Mesir
Dan Jawabannya.
Ketahuilah bahwasanya syubhat ini
dijadikan andalan oleh sebagian orang yang kehabisan dalil……
Mereka mengatakan: Bukankah Nabi
Yusuf menjabat sebagai seorang menteri pada seorang raja kafir yang tidak
memutuskan perkara berdasarkan hukum yang diturunkan Alloh? Kalau begitu kita
boleh ikut serta dalam pemerintahan kafir bahkan masuk ke dalam majelis
parlemen, dewan perwakilan rakyat dan hal-hal semacam itu…
Maka dengan kami jawab wabilllaahit
taufiiq :
Pertama: Sesungguhnya berhujjah dengan
syubhat tersebut untuk masuk ke dalam parlemen perundang-undangan dan untuk membenarkannya
adalah hujjah yang batil dan rusak. Karena parlemen kesyirikan ini tidak tegak
di atas diin (agama) Alloh SWT, namun ia tegak di atas diin (agama)
demokrasi yang mana yang mempunyai hak uluuhiyyatut tasyrii’ (sifat
ketuhanan yang berupa menetapkan hukum), menetapkan halal dan haram adalah
rakyat dan bukan Alloh SWT…
Padahal Alloh SWT telah berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا
فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan barangsiapa mencari diin (agama)
selain Islam maka tidak akan diterima amalnya dan dia di akherat termasuk
orang-orang yang rugi.[38]
Lalu adakah orang yang berani
berprasangka bahwasanya Nabi Yusuf mengikuti diin (agama) selain diinul
Islaam atau mengikuti millah selain millah bapak-bapaknya
yang bertauhid … Atau beliau bersumpah untuk menghormatinya..? atau menetapkan
syariat berdasarkan dengannya…? Sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang
yang terpedaya dengan parlemen tersebut…?[39]
Bagaimana mungkin sedangkan beliau
pada saat lemah dan tertindas saja mengatakan dengan lantang:
إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ
لاَّيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَهُم بِاْلأَخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ ءَابَآءِي إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَاكَانَ لَنَآ أَن نُّشْرِكَ بِاللهِ مِن شَىْءٍ
Sesungguhnya aku telah tinggalkan millah
sebuah kaum yang tidak beriman kepada Alloh dan mereka kafir terhadap akherat.
Dan aku mengikuti millah bapak-bapakku Ibrohim, Is-haq dan Ya’qub. Tidak
sepatutnya kita menyekutukan Alloh dengan sesuatu.[40]
Dan beliau juga mengatakan:
يَاصَاحِبَيِ السِّجْنِ
ءَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ مَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِه إِلآ أَسْمَآءً
سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
Wahai dua sahabatku dalam penjara,
apakah robb-robb (tuhan-tuhan) yang bermacam-macam itu lebih baik ataukah Alloh
Yang Maha Esa Lagi Maha Kuasa Untuk Memaksa. Tidaklah yang kalian ibadahi selain
Alloh itu kecuali hanya nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian buat yang
Alloh tidak menurunkan keterangan tentangnya. Sesungguhnya hukum itu hanyalah
hak Alloh, Ia memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepadaNya.
Itulah diin (agama) yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.[41]
Apakah mungkin beliau menyatakannya,
mengatakannya dengan terang-terangan dan menyeru kepadanya ketika dalam keadaan
lemah dan tertindas … namun setelah berkuasa beliau menyembunyikan dan
menentangnya..??!!
Jawablah wahai ash-haabul
istish-laahaat (para penganut kepentingan)…??
Kemudian apakah kalian tidak
mengetahui wahai orang-orang yang bergelut dengan politik, bahwasanya kementerian
itu merupakan sulthoh tanfiidziyyah (penguasa eksekutif) sedangkan
parlemen itu adalah sulthoh tasyrii’iyyah (penguasa legislatif) … Dan
antara keduanya ini terdapat banyak perbedaan dan banyak perbedaan, maka
mengkiyaskan antara keduanya dalam masalah ini sebagai mana yang dilakukan oleh
orang-orang yang berpaham seperti ini tidaklah benar[42] …
dengan demikian engkau dapat memahami bahwasanya berdalil dengan kisah Nabi
Yusuf as untuk membenarkan parlemen sama sekali tidak benar, namun tidak
mengapa kami lanjutkan untuk membantah orang yang menjadikan kisah ini sebagai dalil
untuk menjadi menteri sebab banyak orang yang memegang jabatan kafir pada jaman
kita sekarang ini…
Kedua: sesungguhnya mengkiyaskan
orang-orang sesat yang menjabat sebagai menteri di dalam negara-negara thoghut
yang menyekutukan dirinya bersama Alloh dalam membuat syariat, yang memerangi
wali-wali Alloh dan berwalaa’ (loyal) kepada musuh-musuhNya, dengan apa
yang dilakukan oleh Nabi Yusuf as adalah qiyaas
yang faasid (rusak) dan baathil (batil) ditinjau dari berbagai sisi:
1- Bahwasanya orang yang menjabat
sebagai menteri di semua negara yang menjalankan pemerintahannya dengan selain
hukum yang diturunkan Alloh SWT harus menghormati undang-undang buatan mereka,
dan harus berwalaa’ (loyal) serta setia kepada thoghut yang mana Alloh
SWT telah perintahkan agar mengkufurinya:
يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى
الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ
mereka hendak berhukum kepada thoghut
padahal mereka telah diperintahkan untuk mengkufurinya.[43]
Bahkan mereka harus bersumpah untuk
melakukan kekafiran ini sebelum memangku jabatannya secara langsung, sama
persis sebagaimana yang dilakukan oleh anggota parlemen.[44]
Dan barang siapa menyangka
bahwasanya Nabi Yusuf yang Shiddiiq dan Mulia, Ibnul Kariim (anak
seorang yang mulia yaitu Nabi Ya’qub), Ibnul Kariim (cucu seorang yang
mulian yaitu Is-haq) itu seperti demikian padahal Alloh telah memujinya dan
berfirman tentang dirinya:
كَذَلِكَ لِنَصْرِفُ عَنْهُ السُّوءَ
وَالْفَحْشَآءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Dan demikianlah supaya Kami
menyelamatkan dia dari keburukan dan kekejian, sesungguhnya dia termasuk
hamba-hamba Kami yang ikhlas.[45]
Maka orang yang menyangka seperti itu
adalah termasuk orang yang paling kafir dan paling busuk, ia telah berlepas
diri dari millah dan telah keluar dari diin (agama). Bahkan ia
lebih buruk dari pada Iblis terlaknat yang memberikan pengecualian ketika ia bersumpah:
فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ
أَجْمَعِينَ إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ
الْمُخْلَصِينَ
Maka demi keperkasaanMu, aku
benar-benar akan menyesatkan mereka semua kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas di
antara mereka.[46]
Dan dengan meyakinkan bahwa Yusuf as
adalah termasuk hamba-hamba Alloh yang ikhlas bahkan termasuk para pemuka
orang-orang yang ikhlas berdasarkan nash Al Qur’an…
2- Sesungguhnya seseorang itu menjabat
sebagai menteri di dalam pemerintah-pemerintah tersebut --- baik ia bersumpah
dengan janji yang tertera di dalam undang-undang atau tidak --- ia harus
menganut diin (agama) yang terdapat dalam undang-undang kafir buatan
manusia dan tidak boleh keluar darinya atau menyelisihinya. Maka tidak ada
pilihan baginya kecuali menjadi hamba yang setia dan pembantu yang taat bagi
orang-orang yang membuat undang-undang tersebut dalam kebenaran, kebatilan, kefasikan,
kedholiman dan kekafiran…
Maka apakah Yusuf Ash Shiddiiq
itu seperti itu, sehingga perbuatannya bisa dijadikan hujjah untuk membenarkan
jabatan-jabatan kafir mereka …? Sesungguhnya orang yang menfitnah seorang Nabi (Yusuf)
yang merupakan anak dari seorang Nabi (yaitu Nabi Ya’qub), cucu dari seorang
Nabi (yaitu Nabi Is-haq), cicit dari seorang Kholiil (kekasih) Alloh
(yaitu Nabi Ibrohim), dengan tuduhan seperti ini, maka kami tidak meragukan
lagi atas kekafiran dan kezindikannya serta keluarnya ia dari Islam… karena
Alloh SWT berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ
رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguh telah Kami utus pada
tiap-tiap kaum seorang Rosul (yang menyeru): Beribadahlah kalian kepada Alloh
dan jauhilah thoghut.[47]
Inilah prinsip yang paling pokok dan
kemaslahatan yang paling agung di jagat raya ini bagi Nabi Yusuf as dan bagi
seluruh Rosul Alloh..
Maka apakah masuk akal orang yang
menyerukan prinsip tersebut ketika dalam keadaan lampang dan sempit, dan ketika
tertindas dan berkuasa, ia akan menentang prinsip tersebut kemudian menjadi
golongan orang-orang musyrik?? Bagaimana mungkin sedangkan Alloh telah menyebutkan
bahwa dia termasuk dari hamba-hambaNya yang ikhlas?? Dan sebagian ahli tafsir
menerangkan bahwasanya firman Alloh yang berbunyi:
مَاكَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ
الْمَلِكِ
Tidak sepantasnya dia membawa
saudaranya kedalam diin (agama) raja tersebut…[48]
Bahwa ayat ini merupakan dalil yang
menunjukkan bahwa Yusuf as tidak menjalankan peraturan dan undang-undang
rajanya, dan tidak juga tunduk kepadanya atau diharuskan untuk menjalankannya..
Lalu apakah hal yang kondisi semacam
ini terjadi dalam kementerian-kementerian atau parlemen-parlemen thoghut pada
hari ini ?? atau apakah posisi menteri itu seperti sebuah negara dalam
negara…?? Jika hal ini tidak terwujud maka tidak ada sisi yang bisa dikiyaskan
di sini…
3- Sesungguhnya Nabi Yusuf as
menjabat sebagai menteri tersebut bersadarkan kekuasaan yang diberikan oleh
Alloh SWT, Alloh berfirman:
وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي
اْلأَرْضِ
Dan demikianlah Kami jadikan Yusuf
berkuasa di muka bumi.[49]
Maka hal itu merupakan kekuasaan
yang diberikan oleh Alloh, sehingga rajanya atau yang lainnya tidak bisa
mengganggunya atau memecatnya dari jabatannya, meskipun beliau menyelisihi
perintah atau hukum dan keputusan rajanya …
Lalu apakah orang-orang hina yang
menduduki jabatan hina di sisi thoghut itu pada hari ini yang mana sebenarnya
jabatan mereka itu hanyalah permainan di tangan thoghut, ada kemiripannya
dengan kedudukan beliau, sehingga dapat dikiyaskan dengan jabatan dan kekuasaan
Nabi Yusuf as tersebut?
4- Sesungguhnya Nabi Yusuf as diberi
jabatan sebagai menteri (dengan kokoh, kebal) dengan sebenarnya dan dengan
sempurna oleh raja tersebut. Alloh SWT berfirman:
فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ
الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
Maka ketika raja itu telah berbicara
dengannya raja itu mengatakan: Sesungguhnya engkau pada hari ini mempunyai kedudukan
yang kokoh dan terpercaya di sisi kami.[50]
Maka raja memberikan kepadanya
kebebasan untuk mengatur secara sempurna dan tidak dikurangi sedikitpun kekuasaannya
sebagai menteri.
وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي
اْلأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَآءُ
Dan demikianlah Kami telah
menjadikan Yusuf berkuasa di muka bumi di sana
dia bisa bertempat di mana saja ia kehendaki.[51]
Maka tidak ada yang menentangnya
atau memintai pertanggung jawaban kepadanya atau mengawasi apapun yang ia
lakukan .. lalu apakah keadaan seperti ini terwujud dalam
kementerian-kementerian thoghut pada hari ini ataukah kekuasaan itu hanya
merupakan kekuasaan semu dan palsu… yang bisa hilang dan digulung dengan cepat
jika menteri tersebut bermain dengan ekornya, atau menunjukan suatu
penyelisihan atau keluar dari ketetapan dan diin (agama) raja?? Maka
menteri itu bagi mereka bukan lain hanyalah seorang pembantu untuk menjalankan politik-politik
raja yang melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, dan dia tidak
mempunyai hak untuk menyelisihi satu perintahpun dari perintah-perintah raja,
atau menyelisihi undang-undang buatan manusia meskipun bertentang dengan
perintah dan diin (agama) Alloh SWT…
Dan barang siapa menyangka
bahwasanya keadaan seperti ini mirip dengan keadaan dan kekuasaan Nabi Yusuf as
maka dia telah membuat kebohongan besar, kafir kepada Alloh dan mendustakan
pujian Alloh kepada Yusuf as…
Dan jika telah difahami bahwasanya
keadaan dan posisi beliau as tidak terwujud pada hari ini dalam kementerian-kementerian
thoghut … maka tidak ada sedikitpun di sini sisi yang dapat diqiyaskan, oleh
karena itu hendaknya para pengangguran itu tidak lagi berkicau dan mengigau
tentang masalah ini…
Ketiga: di antara bantahan yang
dapat menggugurkan syubhat ini adalah apa yang dikatakan oleh beberapa ahli
tafsir bahwasanya raja tersebut telah masuk Islam. Perkataan ini diriwayatkan
dari Mujaahid yang merupakan murid Ibnu ‘Abbaas ra, dan perkataan
ini membantah penggunaan kisah ini sebagai dalil dari akarnya…
Sedangkan kami menganut diin (agama)
Alloh dengan pemahaman dan keyakinan bahwasanya mengikuti ayat dalam kitab
Alloh SWT yang bersifat umum dan yang dhoohir itu lebih utama dari pada
mengikuti perkataan atau penafsiran-penafsiran, omongan-omongan kosong dan
kesimpulan-kesimpulan seluruh manusia yang tidak berdasarkan dalil dan alasan …
maka di antara yang menunjukkan pendapat ini adalah firman Alloh SWT tentang
Yusuf as:
وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي
اْلأَرْضِ
Dan demikianlah telah Kami jadikan
Yusuf berkuasa di muka bumi.[52]
Dan kekuasaan yang bersifat umum ini
telah Alloh terangkan secara rinci dalam tempat lain dalam Al Qur’an, yaitu
ketika menerangkan keadaan orang-orang beriman yang diberikan kekuasaan di muka
bumi, dalam firmanNya yang berbunyi:
الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي
اْلأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ
وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ
Yaitu orang-orang yang apabila Kami
beri kekuasaan di muka bumi mereka menegakkan sholat, menunaikan zakat, beramar
ma’ruf (menyuruh berbuat kebaikan) dan nahi munkar (melarang berbuat
kemungkaran). Dan kesudahan yang baik dari semua permasalahan itu hanyalah
milik Alloh.[53]
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya
Nabi Yusuf adalah termasuk mereka (orang-orang yang diberi kekuasaan di muka
bumi) bahkan ia adalah di antara para pemuka orang-orang yang jika Alloh
memberi kekuasaan kepada mereka, mereka beramar ma’ruf dan nahi munkar… dan
tidak diragukan lagi oleh orang yang memahami diinul Islaam bahwasanya
perbuatan ma’ruf (baik) yang paling besar adalah tauhid yang merupakan prinsip
yang paling mendasar di dalam dakwah Nabi Yusuf
dan bapak-bapaknya as …. Dan bahwasanya kemunkaran yang paling besar
adalah kesyirikan yang senantiasa diperingatkan oleh Nabi Yusuf serta dibenci, dimarahi dan dimisuhi para penganut-penganutnya
… ini semua menunjukkan secara jelas bahwasanya Nabi Yusuf setelah diberikan
kekuasaan oleh Alloh, beliau menyatakan millah (ajaran) bapak-bapaknya
yaitu Nabi Ya’qub, Nabi Is-haq dan Nabi Ibrohim secara terang-terangan, dengan
cara memerintahkan untuk melaksanakannya dan melarang bahkan memerangi segala
yang menyelisihi dan berlawanan dengannya … sehingga beliau tidaklah memutuskan
perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh, dan beliau juga tidak
membantu untuk menjalankan hukum selain hukum yang diturunkan Alloh, dan tidak
pula membantu para robb yang menetapkan hukum dan thoghut-thoghut yang
diibadahi selain Alloh, dan tidak pula membela mereka atau mengangkat mereka
sebagai pemimpin sebagai mana yang dilakukan orang-orang yang terlena dalam
jabatan mereka pada hari ini…
Apalagi mengikuti mereka dalam
hukum-hukum yang mereka tetapkan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang
yang tertipu dalam parlemen, bahkan bisa dipastikan bahwa beliau mengingkari
perilaku dan kemungkaran mereka, dan menjalankan kekuasaan berdasarkan tauhid
dan beliau menyerukannya. Dan beliau mencampakkan dan menjauhkan orang yang
menyelisihi dan menentang tauhid, siapapun orangnya … Hal itu dinyatakan dalam kalaamullooh
(Al Qur’an) … dan jika ada orang yang mengatakan bahwa seorang yang shiddiiq,
yang mulian, anak keturunan dari orang-orang yang mulia (yaitu Nabi Ya’qub,
Nabi Is-haq dan Nabi Ibrohim) tersebut tidak seperti ini maka tidak ada lain
kecuali dia seorang kafir yang keji yang telah berlepas diri dari millah
beliau yang suci …
Dan di antara yang secara jelas
menunjukkan dan memperkuat permasalahan ini adalah … penjelasan dan penafsiran
secara global dari firman Alloh SWT:
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ
أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا
مَكِينٌ أَمِينٌ
Dan raja itu mengatakan:
Datangkanlah kemari dia niscaya saya pilih dia untuk diriku sendiri. Maka
tatkala ia telah berbicara dengannya ia mengatakan: Sesungguhnya kamu hari ini
mempunyai kedudukan yang kokoh dan terpercaya di sisi kami.[54]
Lalu apa kiranya yang dibicarakan
raja dengan Nabi Yusuf di sini sehingga dapat menjadikannya taajub dan
memberikan kepadanya kedudukan yang kokoh dan kepercayaan? Apakah kira-kira ia
membicarakan cerita istri Al ‘Aziiz, padahal ceritanya telah selesai dan
kebenaran dalam permasalahan itu telah nampak … atau kira-kira ia membicarakan
tentang persatuan bangsa dalam satu negara!! Permasalahan ekonomi!! dan
lain-lain … dan lain-lain…atau apa???
Tidak ada seorangpun yang berhak
menafsirkan hal-hal yang ghaib dan mengatakan mengenai permasalahan ini tanpa
ada landasan dalil. Jika ia melakukannya maka dia termasuk dalam golongan
orang-orang yang dusta … akan tetapi yang menjelaskan dan yang menafsirkan firman
Alloh SWT yang berbunyi:
فَلَمَّا كَلَّمَهُ
…maka tatkala raja berbicara
dengannya…
.. adalah jelas dan terang terdapat
di dalam firman Alloh SWT:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ
رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
dan sungguh telah Kami utus seorang
Rosul pada setiap umat yang menyerukan: Beribadahlah kalian kepada Alloh dan
jauhilah thoghut.[55]
Dan firman Alloh SWT:
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ
مِّنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sungguh telah diwahyukan
kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu: Jika kamu berbuat syirik tentu
akan hapus amalanmu dan kamu benar-benar termasuk golongan orang-orang yang
merugi.[56]
Dan firman Alloh SWT yang
menerangkan misi terpenting dalam dakwah Yusuf as:
إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ
لاَّيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَهُم بِاْلأَخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ ءَابَآءِي إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَاكَانَ لَنَآ أَن نُّشْرِكَ بِاللهِ مِن شَىْءٍ
Sesungguhnya aku meninggalkan millah
(ajaran) sebuah kaum yang tidak beriman kepada Alloh dan mereka kafir terhadap
akherat. Dan aku mengikuti millah (ajaran) bapak-bapakku Ibrohim, Is-haaq dan
Ya’quub. Tidak selayaknya kita menyekutukan Alloh dengan sesuatupun….[57]
Dan firman Alloh SWT:
ءَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ
اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ مَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِه إِلآ أَسْمَآءً
سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
Apakah robb-robb yang bermacam-macam
itu lebih baik ataukah Alloh Yang Maha Esa Lagi Maha Berkuasa untuk memaksa.
Tidaklah kalian beribadah kecuali kepada nama-nama yang kalian dan bapak-bapak
kalian buat yang tidak Alloh turunkan keterangan tentangnya. Sesungguhnya hukum
itu hanyalah hak Alloh. Dia memerintahkan supaya kalian tidak beribadah kecuali
kepadaNya. Itulah diin (agama) yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.[58]
Tidak diragukan lagi bahwa perkataan
ini merupakan perkataan yang paling agung bagi Yusuf as. Dan inilah diin (agama)
yang lurus baginya dan prinsip yang paling mendasar di dalam dakwahnya, millahnya
dan millah bapak-bapaknya… apabila ia melakukan amar ma’ruf (menyuruh untuk
berbuat kebaikan) maka kebaikan yang paling besar baginya adalah ajaran
tersebut … dan jika dia melakukan nahi munkar (melarang kemunkaran) maka tidak
ada kemungkaran yang lebih besar baginya dari pada hal-hal yang bertentangan
dan berlawanan dangan ajaran tersebut … Apabila hal ini telah kita pahami …
Sedangkan jawaban raja tersebut adalah:
إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ
أَمِينٌ
Sesungguhnya engkau hari ini
mempunyai kedudukan yang kokoh dan kepercayaan di sisi kami.
Ini adalah dalil yang menunjukkan
secara jelas bahwasanya raja tersebut mengikutinya dan setuju dengan ajarannya
dan bahwasanya ia telah meninggalkan ajaran kafir dan mengikuti millah
(ajaran) Nabi Ibrohim, Nabi Is-haaq, Nabi Ya’quub dan Nabi Yusuf as …
Atau jika anda mau silahkan katakan:
Minimal ia membiarkan tauhidnya dan ajaran bapak-bapaknya, dan diberikan
kepadanya kebebasan untuk berbicara dan mendakwahkannya, serta
membodoh-bodohkan apa-apa yang menyelisihinya, sedangkan raja itu tidak
memprotes sedikitpun mengenai hal itu dan tidak pula menyuruhnya untuk
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajarannya … dan hal ini cukup bagi
anda sebagai perbedaan yang sangat jauh antara kondisi beliau as … dan antara
kondisi orang-orang sesat dari kalangan para pembela dan pembantu thoghut di
dalam lembaga-lembaga kementerian pada hari ini, atau yang berperan serta dalam
membuat hukum di lembaga parlemen mereka … [59]
Keempat: apabila engkau telah
memahami dari pembahasan di atas dan telah yakin bahwasanya menjabatnya Yusuf
sebagai menteri itu tidak menyelisihi tauhid dan tidak bertentangan dengan millah
Ibrohim sebagai mana yang terjadi dalam kementerian pada zaman ini …
Maka seandainya raja tersebut tetap
di dalam kekafirannya .. maka permasalah menjabatnya Nabi Yusuf sebagai menteri
tersebut adalah permasalahan furuu’
(cabang) yang tidak menjadi persoalan dalam ash-lud diin (pokok diin)
karena sebelumnya telah kita tetapkan bahwasanya Nabi yusuf as tidak terjerumus
dalam kekafiran atau kesyirikan atau berwalaa’ (loyal) kepada
orang-orang kafir atau membuat syariat sebagai tandingan Alloh akan tetapi
beliau memerintahkan tauhid dan melarang semua perbuatan itu .. dan Alloh telah
berfirman dalam masalah hukum-hukum furuu’
(cabang):
لِكُّلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً
وَمِنْهَاجًا
Bagi masing-masing di antara kalian
telah kami berikan syariat dan manhaj.[60]
Maka syariat para Nabi itu bisa
berbeda-beda dalam masalah hukum-hukum furuu’
akan tetapi syariat mereka dalam masalah tauhid satu. Rosululloh SAW bersabda:
نحن معاشر الأنبياء إخوة لعلات ديننا واحد
Kami para Nabi adalah bersaudara
yang merupakan anak-anak ‘allaat
yang mana diin (agama) kami satu.[61]
Yang dimaksud dengan anak-anak ‘allaat
adalah bersaudara dari ibu yang berbeda-beda dan satu bapak… hal ini merupakan
isyarat terhadap kesamaan mereka dalam ash-lut
tauhiid (dasar tauhid) dan berbeda-beda dalam hukum-hukum syariat yang
bersifat furuu’ (cabang) … maka dalam masalah hukum-hukum syariat bisa
jadi sesuatu itu diharamkan di dalam syariat orang-orang sebelum kita namun
dihalalkan di dalam hukum syariat kita seperti ghonimah (harta rampasan
perang), dan begitu pula sebaliknya. Atau hukum tersebut keras untuk
orang-orang sebelum kita lalu diringankan untuk kita, dan demikianlah .. oleh
karena itu tidak semua syariat orang-orang sebelum kita itu merupakan syariat
bagi kita .. khususnya apabila ada dalil yang menyelisihinya dalam syariat kita..
Dan telah ada dalil shohiih
dalam syariat kita yang bertentangan dan yang mengharamkan apa yang
disyariatkan kepada Nabi Yusuf as tersebut … Ibnu Hibbaan meriwayatkan
dalam Shohiihnya dan juga Abu
Ya’laa serta Ath Thobrooniy bahwasanya Nabi SAW bersabda:
ليأتين عليكم أمراء سفهاء يقربون شرار
الناس، يؤخرون الصلاة عن مواقيتها، فمن أدرك ذلك منكم فلا يكونن عريفا ولا شرطيا
ولا جابيا ولا خازنا
Benar-benar akan datang kepada
kalian para pemimpin bodoh yang mendekatkan orang-orang paling jahat kepada
diri mereka, mereka mengundur-undur sholat dari waktunya, maka barangsiapa di
antara kalian menjumpai masa itu janganlah sekali-kali menjadi buruh atau
polisi atau penarik pajak atau bendahara.
Dan menurut pendapat yang roojih (lebih
kuat), para pemimpin yang disebutkan dalam hadits ini bukanlah para pemimpin
yang kafir akan tetapi mereka adalah para pemimpin yang faajir (jahat)
lagi bodoh. Karena biasanya dalam suatu peringatan itu disebutkan kerusakan dan
kejelekannya yang paling besar, maka seandainnya mereka itu orang-orang yang
kafir tentu dijelaskan oleh Nabi SAW; namun kejahatan paling besar mereka yang
disebutkan oleh Nabi SAW adalah mendekatkan orang-orang yang paling jahat
kepada diri mereka dan mengundur-undur sholat dari waktunya.. namun demikian di
sini Rosul SAW jelas-jelas melarang untuk menjadi Khoozin (bendahara)
bagi mereka … maka apabila menjadi seorang bendahara bagi para pemimpin yang
dholim saja dilarang dan diharamkan di dalam syariat kita … lalu bagaimana
dengan menjabat sebagai menteri perbendaharaan pada raja-raja kafir dan
pemimpin-pemimpin musyrik?
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ
اْلأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
Ia (Yusuf) mengatakan: Jadikanlah
aku sebagai bendaharawan Mesir, sesungguhnya aku pandai menjaga lagi
berpengetahuan.[62]
Ini merupakan dalil yang shohiih
dan keterangan yang jelas yang menunjukkan bahwasanya ini merupakan syariat
bagi orang-orang sebelum kita, dan bahwasanya dalam syariat kita telah mansuukh (sudah tidak berlaku, hukumnya
dihapus)… Walloohu Ta’aalaa A’lam..
Ini semua cukup bagi orang yang
mencari kebenaran .. akan tetapi bagi orang yang lebih mengedepankan istihsaan (sesuatu yang dianggap baik)
nya, istish-laah (sesuatu yang di anggap maslahat) nya dan
perkataan-perkataan manusia dari pada dalil-dalil dan keterangan-keterangan ini,
maka meskipun engkau datangkan gunung di hadapannya ia tidak akan mendapat
petunjuk…
وَمَن يُرِدِ اللهُ فِتْنَتَهُ فَلَن
تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللهِ شَيْئًا
Dan barang siapa yang ingin
disesatkan oleh Alloh maka kamu tidak akan dapat menghalangi Alloh untuk
menyesatkannya sedikitpun. [63]
Dan terakhir sebelum saya akhiri
pembahasan mengenai syubhat ini saya ingatkan bahwasanya ada sebagian
orang-orang sesat yang memperbolehkan perbuatan syirik dan kufur dengan
menggunakan istihsaan dan istish-laah mereka yang memperbolehkan
masuk ke dalam lembaga-lembaga kementerian yang kafir dan lembaga-lembaga
parlemen yang syirik, mereka mencantumkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rh mengenai menjabatnya Yusuf sebagai menteri, di dalam alasan
dan syubhat mereka … dan ini sebenarnya termasuk dari bentuk mencampur adukkan
kebenaran dengan kebatilan dan juga merupakan perkataan dusta dengan
mengatasnamakan perkataan Syaikhul Islam padahal ia tidak pernah mengatakannya
… karena ia (Ibnu Taimiyyah) berhujjah dengan kisah Nabi Yusuf as itu
bukan untuk ikut serta di dalam membuat hukum dan kekafiran atau memutuskan
perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh … kami berlindung kepada
Alloh, sesungguhnya kami menjauhkan diin (agama) Syaikhul Islam bahkan
akalnya dari perkataan yang keji seperti ini yang mana tidak akan ada yang
berani mengucapkannya kecuali orang-orang yang hina pada zaman-zaman akhir ini…
kami katakan ini … meskipun kami belum membaca perkataannya dalam masalah ini,
karena ucapan seperti ini tidak akan pernah dikatakan oleh orang yang berakal,
apalagi dikatakan oleh seorang ulama’ robbaaniy seperti Syaikhul Islam
rh … lalu bagaimana sedangakan perkataannya dalam masalah ini jelas dan terang
.. karena semuanya diucapkan berdasarkan kaidah menolak kerusakan yang paling
besar dari dua kerusakan dan meraih kemaslahatan yang paling besar dari dua
kemaslahatan ketika keduanya saling bertentangan … dan engkau telah memahami
bahwasanya kemaslahatan yang paling besar di jagat raya ini adalah tauhid dan
kerusakan yang paling besar di jagat raya ini adalah syirik .. dan ia (Ibnu
Taimiyyah) menerangkan bahwasanya Yusuf menegakkan keadilan dan kebaikan
sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana di dalam Al Hisbah[64],
ia (Ibnu Tamiyyyah) mengatakan dalam menggambarkan kekuasaannya: “Dan
beliau (Nabi Yusuf) melaksanakan keadilan dan kebaikan yang ia mampu lakukan
dan menyeru mereka kepada keimanan sesuai dengan kemampuan.”
Dan ia mengatakan: “Akan tetapi beliau
melaksanakan keadilan dan kebaikan yang memungkinkan untuk dilaksanakan.” [65]
Dan ia tidak mengatakan secara
mutlak bahwasanya Nabi Yusuf telah membuat syariat sebagai tandingan Alloh atau
ikut-ikutan dalam memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh
atau mengikuti demokrasi atau diin-diin (agama-agama) lain yang bertentangan dengan diin
(agama) Alloh, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sesat tersebut
yang mencantumkan perkataan Syaikhul Islam rh di dalam alasan-alasan mereka
yang terbantahkan dan syubhat-syubhat mereka yang berhamburan yang bertujuan
untuk menyesatkan orang-orang awam dan untuk mencampur adukkan kebenaran dengan
kebatilan dan cahaya dengan kegelapan…
Kemudian kita ini, wahai saudaraku
se-tauhid … pemimpin dan penunjuk kita yang kita kembali kepadanya ketika ada
perselisihan adalah wahyu --- firman Alloh dan sabda Rosul SAW ---dan bukan
yang lainnya, dan setiap orang sepeninggal Rosululloh SAW perkataannya bisa
diterima dan bisa ditolak --- maka seandainya apa yang mereka katakan itu
keluar dari lisan Syaikhul Islam, dan ini tidak mungkin --- tentu kita tidak
akan menerimanya walaupun darinya atau dari ulama’ yang lebih besar dari
padanya, sampai ia mendatangkan dalil dari wahyu kepada kita …
قُلْ إِنَّمَآ أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ
Katakanlah: Sesungguhnya aku
hanyalah mengingatkan kalian dengan berdasarkan wahyu.[66]
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Katahalah: Datangkalah dalil kalian
jika kalian benar.[67]
[1] - QS. Adz dzaariyaat: 56
[2]
- QS. An Nahl: 36
[3]
- QS. Al Baqoroh: 256
[4]
- QS. Az Zumar: 17
[5]
- dengan pengecualian ini (yaitu: sedangkan dia tidak mengingkari hal
itu-pentj.) maka tidak termasuk dalam hal ini para Malaikat, para Nabi dan
orang-orang sholih yang diibadahi sedangkan mereka tidak ridlo dengan
peribadahan tersebut … maka mereka tidak disebut sebagai thoghut dan juga tidak
disikapi baroo’ terhadap mereka, namun yang disikapi baroo’
adalah bentuk ibadah kepada mereka dan orang yang beribadah kepada mereka,
seperti ‘Isa bin Maryam as.
[6]
- QS. At Taubah: 31
[7]
- QS. Al An’aam: 121 dan silahkan kaji sebab turunnya ayat ini. Hal ini
telah diriwayatkan oleh Al Haakim dalam bukunya Al Mustadrok dari Ibnu
‘Abbaas dengan sanad shohiih.
[8]
- QS. An Nisaa’: 60
[9]
- Majmuu’ Fataawaa XXVIII / 201
[10]
- A’laamul Muwaqqi’iin ‘An Robbil ‘Aalamiin I / 50
[11]
- Asy-Syuro: 21
[12]
- Dalam undang-undang Kuwait
pasal 51 dikatakan: “As sulthoh At Tasyrii’iyyah (kekuasaan legislatif)
di pegang oleh al amiir (raja) dan dewan perwakilan rakyat berdasarkan
undang-undang.”Dan Yordan, negara tetangganya menyatakan dalam undang-undangnya
pasal 25: “As Sulthoh At Tasyrii’iyyah (kekuasaan legislatif) dipegang
oleh raja dan dewan perwakilan rakyat.” Sama juga yang tercantum dalam
undang-undang Mesir pasal 86: “Dewan perwakilan rakyat memegang sulthotut
tasyrii’ (kekuasaan legistalif).”
[13]
- Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang
yang bersamanya adalah para pengikutnya atau para Nabi yang berada di atas
jalannya.
[15]
- Disarikan dari Sabiilun Najaat Wal Fikaak Min Muwaalaatil
Murtaddiin Wa Ahli Isyrook karangan Hamad bin ‘Atiiq… dan
silahkan kaji risalah kami yang berjudul Millah Ibrohim Wa Da’watul
Anbiyaa-i Wal Mursaliin Wa Asaaliibith Thughooti Fii Tamyii’ihaa Wa Shorfid
Du’aat ‘anhaa diterbitkan oleh An Nuur Lil I’laamil Islaamiy
[16]
- QS. An Nahl: 36
[17]
- Al Hajj: 30
[18]
- QS. Ibrohim: 35
[19]
- QS. Al Baqoroh: 166-167
[20]
- Muttafaq ‘alaih, potongan dari sebuah hadits tentang
orang-orang beriman melihat robb mereka pada hari qiyamat.
[21]
- QS. Ash Shoffaat: 22
[22]
- QS. Ash Shoffaat: 33-35
[23]
- QS. Al Baqoroh: 132
[24]
- QS. Ali ‘Imroon: 19
[25]
- QS. Ali ‘Imroon: 85
[26]
- QS. Al Maa-idah: 49
[27]
- Pada pasal ke 6 dalam undang-undang Kuwait dikatakan: “Rakyat merupakan
sumber semua kekuasaan.” Dan pada pasal ke 51: “As Sulthoh At Tasyrii’iyyah
(kekuasaan legislatif) dipegang oleh oleh Raja dan dewan perwakilan rakyat
berdasarkan undang-undang.” Dan pada pasal ke 24 dalam undang-undang Yordan
disebutkan: “Rakyat adalah sumber semua kekuasaan.” Dan : “Rakyat menjalankan
kekuasaannya sesuai dengan yang dijelaskan dalam undang-undang.”
[28] - QS. An Nisaa’: 59
[29] - Alloh menceritakan kepada kita
dalam Al Qur-aanul Kariim bahwasanya Nabi Ibrohim as mengucapkan
perkataan ini terhadap kaumnya setelah beliau menjelaskan kepada mereka
kebodohan sesembahan-sesembahan dan thoghut-thoghut mereka.
[30]
- Dan sangat disayangkan sekali semua ini ada dan terjadi di Kuwait … Dan
juga di banyak negeri.
[31]
- QS. Asy Syuro: 21
[32]
- QS. Yuusuf: 39-40
[33]
- QS. An Naml: 63
[34]
- QS. Al Baqoroh: 256
[35]
- QS. Al Kahfi: 29
[36]
- QS. Ali ‘Imroon: 83-85
[37]
- QS. Ali ‘Imroon: 7-8
[38]
- QS. Ali ‘Imroon: 85
[39]
- Sebab dalam undang-undang mereka dinyatakan bahwasanya rakyat atau
bangsa merupakan sumber kekuasaan (lihat undang-undang Kuwait pasal ke 6 dan undang-undang Yordan pasal
ke 24) dan bahwasanya penguasa legislatif adalah raja dan dewan perwakilan
rakyat (lihat undang-undang Kuwait
pasal ke 51 dan undang-undang Yordan pasal ke 25)
[40]
- QS. Yuusuf: 37-38
[41]
- QS. Yuusuf: 39-40
[42]
- Sebagian orang yang sok ‘aalim berpendapat bahwasanya
kementerian itu lebih berbahaya dari pada parlemen, dan mereka berpijak dari
pemahaman bahwa parlemen itu merupakan front perlawanan dengan pemerintah, maka
mereka itu sebenarnya dalam front ini adalah berjihad di bidang undang-undang,
dan pada front tersebut mereka adalah berjuang di bidang hukum dan berperang di
bidang diplomasi… dan mereka pura-pura tidak tahu bahwasanya pembuatan hukum
itu lebih berbahaya dari pada pelaksanaannya, apalagi pembuatan hukum yang
mereka sebut sebagai jihad dan perjuangan ini tidak dilakukan dalam parlemen
kecuali harus berdasar undang-undang, menurut diin demokrasi, lihat
undang-undang Yordan pasal ke 24 ayat 2 yang menyatakan bahwasanya penguasa
legislatif dari rakyat dan yang lainnya tidak menetapkan hukum kecuali
berdasarkan apa yang diterangkan dalam undang-undang … dan anggota parlemen itu
bukan lain adalah para wakil rakyat yang mempunyai kekuasaan legislatif
sebagaimana pengakuan mereka..!
[43]
- QS. An Nisaa’: 60
[44]
- Dalam undang-undang Yordan pasal ke 43 disebutkan: “Perdana menteri
dan para menteri sebelum melaksanakan tugas mereka harus bersumpah di hadapan
raja sebagai berikut: Saya bersumpah kepada Alloh Yang Maha Agung, untuk setia
kepada raja dan untuk menjaga undang-undang…. dst.” Dan juga pada pasal ke 79:
“Setiap anggota dewan perwakilan rakyat sebelum memulai pekerjaannya harus
bersumpah dihadapan majelis dengan mengucapkan janji berikut: Saya bersumpah
demi Alloh yang Maha Agung untuk setia kepada raja dan negara, dan untuk
menjaga undang-undang…. dst.” Dan mirip dengan ini yang terdapat dalam
undang-undang Kuwait
pasal ke 126 dan 91
Apakah dalam pekerjaan Nabi Yusuf terdapat hal-hal
semacam ini????
Dan janganlah engkau terkecoh dengan tipu daya
orang-orang sesat yang mengatakan: Kita bersumpah tapi kita menyatakan
pengecualian dalam hati kita: “… dalam batasan-batasan syar’iy.” Dan
katakan kepada mereka bahwa sesungguhnya sumpah itu yang dinilai bukan
berdasarkan niat orang yang mengucapkannya, seandainya begitu tentu akan rusak
seluruh perjanjian yang dilakukan manusia dan akan membuka peluang untuk semua
orang yang ingin bermain-main. Akan tetapi yang dinilai adalah sebagaimana
sabda Nabi SAW:
اليمين
على نية المستخلف
Sumpah itu sesuai dengan niatnya orang yang menyumpahnya.
Dengan demikian maka sumpah kalian itu tidak dinilai
sesuai dengan niat kalian akan tetapi dinilai sesuai dengan niat thoghut yang
menyumpah kalian…
[45]
- QS. Yuusuf: 24
[46]
- QS. Shood: 82-83
[47]
- QS. An Nahl: 36
[48]
- QS. Yuusuf: 56
[49]
- QS. Yuusuf: 56
[50]
- QS. Yuusuf: 54
[51]
- QS. Yuusuf: 56
[52]
- QS. Yuusuf: 21
[53]
- QS. Al Hajj: 41
[54]
- QS. Yuusuf: 54
[55]
- QS. An Nahl: 36
[56]
- QS. Az Zumar: 65
[57] - QS. Yuusuf: 37-38
[58]
- QS. Yuusuf: 39-40
[59]
- Dan keterangan di atas tidak dapat dikacaukan oleh orang-orang yang
beralasan dengan firman Alloh SWT yang terdapat dalam surat Ghoofir melalui lidah orang beriman
dalam keluarga fir’aun:
ولقد جاءكم يوسف من قبل
بالبينات فما زلتم في شك مما جاءكم به حتى إذا هلك قلتم لن يبعث الله من بعده
رسولا
Dan sungguh sebelumnya Yusuf telah
datang kepada kalian dengan membawa bukti-bukti namun kalian tetap meragukan
ajaran yang dia bawa kepada kalian sehingga ketika ia telah meninggal, kalian
mengatakan: Sekali-kali Alloh tidak akan mengutus seorang Rosulpun setelahnya..
Hal itu ditinjau dari beberapa sisi:
1-
sesungguhnya
ayat ini tidaklah shoriihud dalaalah (menunjukkan secara jelas) bahwa
yang dimaksud Yusuf di sini adalah Yusuf bin Ya’qub .. maka bisa jadi ia adalah
Yusuf yang lain. Kemungkinan ini disebutkan oleh sebagian ahli tafsir, mereka
mengatakan: Dia adalah Yusuf bin Afrooniim bin Yusuf bin Ya’qub yang
tinggal di tengah-tengah mereka sebagai Nabi selama 20 tahun. Pendapat ini
diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas ra .. dan lihat Tafsiir Al Qurthubiy
.. sedangkan sebuah dalil jika mengandung kemungkinan yang bermacam-macam tidak
bisa dijadikan dalil.
2-
Seandainya
yang dimaksud dalam ayat inipun Yusuf bin Ya’qub as, ayat ini pun tidak
menunjukkan secara jelas bahwa raja tersebut tetap dalam kekafiran, namun yang
dibicarakan dalam ayat ini adalah mayoritas Bani Isroil.
3-
Sesungguhnya
ayat ini tidak menyebutkan kekafiran yang dinyatakan secara jelas akan tetapi
yang disebutkan adalah keraguan, sedangkan keraguan tempatnya adalah di dalam
hati yang kadang disembunyikan dan kadang dinampakkan pada kesempatan yang lain
.. dan jika telah kita tetapkan bahwa Yusuf itu diberi kekuasaan di muka bumi
sedangkan beliau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar sebagaimana yang
telah dijelaskan di muka, maka tentu beliau tidak akan rela terhadap seorangpun
yang menampakkan kesyirikan di hadapannya … bahkan tidak akan ada seorangpun
yang berani melakukan hal itu karena ia adalah seorang penguasa dan Rosul dalam
waktu yang sama, sedangkan kemungkaran yang paling besar baginya adalah
kesyirikan .. akan tetapi mungkin ia menyembunyikan hal itu dan keluarganya
menunjukkan keimanan karena takut terhadap kebenaran yang berkuasa .. dan yang
seperti ini adalah munafiq yang mana pelakunya di dunia diperlakukan sesuai
dengan apa yang ia tampakkan .. bahkan dalam firman Alloh SWT:
حتى إذا هلك قلتم لن يبعث الله من بعده
رسولا
Sehingga ketika ia meninggal kalian
mengatakan: Sekali-kali Alloh tidak akan mengutus seorang Rosulpun setelahnya.
Menunjukkan bahwa mereka beriman
kepada risalahnya (kerosulannya) meskipun hanya secara dhohir.
Dan di sini perlu diperhatikan
bahwasanya sebagian orang yang tersesat juga menyebutkan orang beriman di dalam
keluarga fir’aun ini di dalan syubhat-syubhat mereka tentang masalah ini dengan
alasan ia menyembunyikan keimanannya … maka kami jawab: Dari sisi mana kita
mengambil dalil dari kisah orang beriman yang berada dalam keluarga fir’aun
tersebut dalam masalah yang kita perselisihkan ini?… sesungguhnya di sana
terdapat perbedaan yang jauh antara menyembunyikan dan menutupi iman bagi
orang-orang mustadh’afiin (lemah dan tertindas) dan antara ikut serta
dalam kekafiran, kesyirikan, pembuatan syari’at dan bersepakan di atas diin selain
diin Alloh SWT .. apakah kalian bisa membuktikan kepada kami bahwa orang
beriman yang berada di dalam keluarga fir’aun tersebut telah membuat syariat
sebagaimana yang kalian lakukan, atau bahwa dia ikut serta dalam memutuskan
perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh sebagaimana yang kalian ikut
serta di dalamnya atau dia bersepakat di atas paham demokrasi atau di atas diin
selain diin Alloh SWT sebagaimana yang kalian lakukan??? Buktikan
ini dulu dan sebelumnya bersihkanlan duri-durinya kemudian baru setelah itu
menggunakannya sebagai dalil .. kalau tidak bisa maka janganlah kalian berkicau
dan mengigau…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar