Segala puji bagi Allah Ta’ala
Rabb sekalian alam atas segala limpahan rahmat, maghfirah dan nikmat-Nya.
Shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan kepada Rasulullah r , para shahabat dan segenap umat
Islam yang istiqamah meniti jalan sunah beliau.
Setiap muslim yang mempunyai ghirah keimanan tentu merasa
prihatin dengan kerusakan akhlak umat Islam hari ini. Umat Islam telah
mengikuti kerusakan akhlak umat-umat sebelumnya, sebagaimana riwayat Ibnu Abbas
bahwa Rasulullah r
bersabda :
( لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ
مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَ ذِرَاعًا بِذِرَاعٍ وَبَاعًا بِبَاعٍ حَتَّى
لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ دَخَلَ جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمْ وَحَتَّى لَوْ أَنَّ
أَحَدَهُمْ ضَاجَعَ أُمَّهُ بِالطَّرِيْقِ لَفَعَلْتُمْ).
“
Kalian benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa. Sampai apabila
seorang di antara mereka memasuki lubang biawak, tentulah kalian akan
memasukinya juga. Sampai kalau seorang di antara mereka menggauli ibunya
sendiri di jalanan, tentulah kalian akan mengerjakan hal itu juga.” [HR. Al
Hakim, Ad Daulabi, Ibnu Nashr dan Al Bazzar. Dishahihkan syaikh Al Albani dalam
Silsilah Ahadits Shahihah 3/33 no.1348].
Sebagian
pihak mungkin heran dengan sinyalemen as sunah ini, namun ternyata realita umat
Islam hari ini lebih parah lagi. Mereka tidak saja mengikuti kebobrokan akhlak
umat terdahulu, tapi lebih dari itu mengikuti kekafiran dan kesyirikan mereka
dengan bangga :
( وَلَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَلْحَقَ
قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي باِلْمُشْرِكِيْنَ وَحَتَّى تَعْبُدَ قَبَائِلُ مِنْ
أُمَّتِي الْأَوْثَانَ).
“ Dan tidak akan terjadi
hari kiamat hingga beberapa kabilah dari umatku bergabung dengan orang-orang
musyrik dan hingga beberapa kabilah dari umatku beribadah kepada
berhala-berhala.” [HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahih Jami’ Ash Shagir no. 1773].
Syaikh Abdurahman bin Hasan menerangkan
makna hadits ini dengan mengatakan,”Maknanya mereka (beberapa kabilah dari
umatku) bersama (bergabung dengan) orang-orang musyrik dan murtad karena
membenci orang Islam dan bergabung dengan orang musyrik…Hal ini karena
kejahilan mereka terhadap hakekat tauhid dan pembatal tauhid yaitu syirik dan
mengambil tandingan selain Allah.” [Fathul Majid Syarhu Kitabi Tauhid hal.
327, Daarul Fikr, 1412 H].
Sinyalemen as sunah ini nampaknya mulai terlihat di zaman ini. Sekian
juta umat Islam telah murtad dan keluar dari Islam, baik secara terang-terangan
seperti masuk agama Nasrani, atau secara samar-sama seperti menganut ajaran
sosialisme, komunisme.
Termasuk di antara musibah kesyirikan dan kekufuran yang diimpor oleh
umat Islam dari orang-orang musyrik namun mereka perjuangkan dengan penuh
kebanggaan adalah fitnah system demokrasi.
Di zaman sekarang ini, berbicara tentang kelurusan tauhid dan keislaman
sama sekali tidak boleh mengabaikan fitnah demokrasi. Sebodoh-bodohnya dan
sefasik-fasiknya seorang muslim, ia pasti mengetahui bahwa menzinai ibunya
sendiri apalagi secara terang-terangan di jalan raya merupakan dosa besar.
Namun betapa pilunya hati muslim yang bertauhid ketika melihat demokrasi
sebagai sebuah kekufuran dianggap sebagai system yang paling baik. Musibah
apalagi yang lebih besar dari mengganggap racun demokrasi yang membatalkan
tauhid sebagai solusi terbaik bagi kehidupan rakyat ?
Di sinilah keanehan itu muncul. Sebuah system kafir bisa dianggap
sebagai pahlawan dan solusi oleh berjuta-juta umat Islam, bahkan oleh banyak
ulama dan aktivis Islam yang nota bene ikhlash memperjuangkan tegaknya dien
Islam.
Ada hal yang cukup menggelitik bila kita membandingkan antara
liberalisme dengan demokrasi. Ketika Jaringan Islam Liberal (JIL) muncul
mempropagandakan ide-ide kufurnya, spontanitas para tokoh dan aktivis Islam membendung
fitnah syubhat mereka. Buku ditulis, dialog interaktif diadakan dan bahkan
keluar fatwa mati untuk sebagian kontributor JIL dari para ulama, dengan
mengenakan pasal istihza’ bi dien (mengolok-olok, mempermainkan Allah,
ayat-ayat-Nya atau Rasul-Nya) atau sabbu bi dien (menghujat, mencela Allah,
ayat-ayat-Nya atau Rasul-Nya). Maka, JIL “hanya” merupakan arus dan gerakan
segelintir intelektual muslim dengan konsumen mayoritas golongan pendidikan
menengah ke atas, dengan reaksi keras umat Islam.
Demokrasi juga mempunyai beberapa kesamaan dengan JIL, seperti (a) Sama
–sama merupakan sebuah dien (agama, system kehidupan, way of life). (b).
Sama-sama berasal dari gerakan
orang-orang kafir. Demokrasi lahir dari otak orang-orang paganis Yunani kuno
dan dihidupkan kembali oleh orang-orang Eropa yang memberontak terhadap
penjajahan gereja (Nasrani). Sementara JIL lahir dari gerakan orang-orang
Kristen untuk menjatuhkan khilafah Utsmaniyah. (c). Sama-sama membawa ide
sekulerisme dan kebebasan tanpa batas (liberalisme). Jadi, keduanya sama-sama
berbahaya bagi keutuhan keislaman seorang muslim.
Di samping beberapa kesamaan dengan JIL ini, demokrasi mempunyai banyak
kelebihan yang menjadikannya sebagai racun yang sangat halus dan cepat
mematikan, melebihi racun JIL. Di antaranya (a) demokrasi mendapat tanggapan
hangat, sangat positip dan diterima oleh mayoritas umat Islam sehingga
menentang demokrasi dianggap sebagai tindakan menentang arus. (b) Lebih dari
itu, demokrasi juga telah berubah dari
sekedar teori menjadi system pemerintahan mayoritas negara dunia. Eksistensinya telah kokoh selama lebih dari
dua ratus tahun, dimulai dari pasca
Revolusi Perancis. Demokrasi unggul atas
JIL dalam teori dan praktek.
Maka, tanpa mengecilkan bahaya JIL, kita memandang demokrasi merupakan
virus kufur yang jauh lebih ganas. Sudah semestinya demokrasi juga mendapat
perhatian serius dari para tokoh Islam, para alim ulama, para da’I dan pelajar
ilmu-ilmu syar’i. Sudah saatnya, kesesatan demokrasi diterangkan kepada kaum
muslimin sehingga tidak berjatuhan korban demokrasi yang lebih banyak. Berpijak
dari kewajiban dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar inilah, beberapa rekan
mahasiswa Ma’had ‘Aly An Nuur Surakarta menulis beberapa patah kata tentang “
Demokrasi Dalam Pandangan Islam” yang ada di tangan saudara-saudara muslim ini,
Tulisan rekan-rekan ini sengaja dibuat ringkas dan padat dengan
bahasa-bahasa ringan tanpa menuliskan banyak ayat, hadits dan refferensi
sehingga diharapkan bisa dibaca dan dipahami oleh setiap muslim tanpa harus
mengernyitkan dahi, menebalkan kaca mata minus atau membutuhkan keseriusan
ekstra.
Tulisan yang dikerjakan secara serampangan dan tergesa-gesa ini tentunya
sangat jauh dari tuntutan syar’i dan gaya penulisan ilmiah yang memadai. Di
sana-sini terdapat kesalahan dan kelemahan baik dari sistematika, gaya
penulisan maupun isinya sendiri. Namun kami berharap, semoga usaha yang sedikit
dan tergesa-gesa ini terhitung sebagai usaha mencari ridha Allah Ta’ala.” Dan
aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabb, supaya Engkau ridha kepadaku.”(QS. Thaha
:84). Kepada para alim ulama, tokoh Islam, para pelajar ilmu syar’i dan umat
Islam manapun yang mempunyai saran, masukan atau kritikan, hendaklah tidak
berberat hati menyampaikannya kepada rekan-rekan mahasiswa Ma’had ‘Aly An Nuur
Surakarta, sehingga dakwah dan iqamatul hujjah bisa semakin baik. Kami memohon
kepada Allah Ta’ala semoga mengampuni dosa-dosa kami baik yang kami sengaja
maupun yang tidak disengaja, semoga usaha yang sedikit ini diterima di
sisi-Nya. Amien.
Menangan, 6 Dzulhijah 1423 H
8 Februari 2003 M
e
Sekilas
Tentang Demokrasi
A. Definisi Demokrasi
Islam akan hancur bilamana umatnya tidak mengerti
jahiliyah. Demikian kata shahabat Umar. Supaya gambaran demokrasi bisa dipahami
dengan baik, di bawah ini kita ketengahkan sekilas tentang demokrasi.
Secara Etimologi
Kata Demokrasi merupakan gabungan
kata dari dua lafadz dalam bahasa Yunani, yaitu
Demos dan Kratos/cratein. Demos berarti rakyat sedangkan
Kratos berarti kekuasaan. Jadi demokrasi adalah
“Pemerintahan oleh Rakyat.”[1]
Demokrasi
adalah kerakyatan; pemerintahan atas asas kerakyatan ; pemerinyahan rakyat (
dengan perwakilan ).[2]
Secara terminologi
Diketahui dari
ucapan Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat bahwa demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ( democracy is
government of the people, by the people, and for the people).[3]
Maknanya
sebagaimana diterangkan oleh Sa’id Abdul Adhim bahwa demokrasi adalah
pemerintahan yang mana mekanisme penyelenggaraan negara dan perundang-undangan
serta hukum–hukumnya merupakan hasil dari suara rakyat dan ditetapkan untuk
rakyat pula.”[4]
Demokrasi
dipakai untuk menyebut system pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai
pengawas atas kinerja pemerintah melalui wakil-wakilnya di majelis perwakilan
rakyat (MPR), di mana MPR mempunyai kewenangan menetapkan undang-undang.[5]
B.
Sejarah Demokrasi
Konsep demokrasi memang muncul dari dunia
Barat, tepatnya pada masyarakat Yunani kuno, ketika salah seorang negarawannya
yang bernama Pericles mencetuskan konsep itu pada tahun 431 SM. Ia
mendefinisikan demokrasi dengan mengemukakan beberapa kriteria : pemerintahan
oleh rakyat dengan partisipasi rakyat yang penuh dan langsung, kesamaan di
depan hukum serta menghargai pluralisme.
Disamping itu, ada sejumlah filosof terkemuka lain yang memberikan sumbangan
konsep demokrasi seperti Plato, Aristoteles, Polybius dan Cicero. Tentu tak
semua mendukung . Socrates misalnya, menolak konsep demokrasi. Ia lebih setuju
konsep meritokrasi yang memberikan kekuasaan kepada orang–orang yang cakap
memimpin, ketimbang konsep demokrasi yang memberikan kekuasaan kepada sembarang
orang.
Konsep demokrasi masa itupun hanya laku di
Yunani dan Romawi. Di berbagai negeri Eropa lainnya masih berlaku sistem
monarki absolut yang diwariskan berabad-abad. Kedaulatan sepenuhnya ada di
tangan raja dan kaisar yang dipercaya sebagai wakil tuhan di muka bumi.
Setelah itu kekuasaan di Eropa diwarnai dengan konsep Teokrasi, sejak
agama Kristen merambah dunia itu dan lembaga Gereja melakukan dominasi tak
terhingga dan menegakkan hukum-hukumnya sendiri atas nama Tuhan, dan pada
akhirnya memaksakan keIlahian dan
ketuhanan mereka sendiri atas rakyat.
Konsep demokrasi mulai marak kembali 17 abad kemudian di masa
Renaissance, ditandai dengan kehadiran pemikiran filsuf Noccolo Macchiaveli
(1467 – 1527), Thomas Hobbes (1588 – 1679), John Locke (1632 – 1704),
Montesqieu (1689 – 1755) dan Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778), sebagai
reaksi atas keotoriteran monarki dan gereja.
Era sesudah itu konsep demokrasi semakin
berkembang, utamanya setelah Revolusi Perancis, Revolusi Industri di Inggris
dan Revolusi Amerika, kemudian menjalar ke berbagai negara termasuk di Asia dan
Afrika, sejalan dengan perolehan kemerdekaan negara-negara di dua benua itu.
Selama perkembangannya, demokrasi mengalami
berbagai penafsiran, hingga terdapat berbagai versi demokrasi, seperti demokrasi konstitusional,
demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi
Islam, demokrasi rakyat, hingga demokrasi komunis yang sejatinya otoriter.
Dimasa depan, boleh jadi madzhabnya akan bertambah banyak, atau malah akan
tergantikan sama sekali oleh sebuah sistem baru.[6]
Padmo Wahjono menulis macam-macam demokrasi
sebagai berikut : demokrasi Barat (Liberal), demokrasi Timur (demokrasi
Rakyat/Proletar), demokrasi Tengah, demokrasi sederhana. M. Solly Lubis,
menulis macam-macam demokrasi adalah : demokrasi Barat dan demokrasi Rusia,
demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan dan demokrasi
yang representatif dengan sistem referendum.
Kriteria yang digunakan untuk membuat
klasifikasi jenis-jenis demokrasi tersebut antara lain berdasarkan sifat
hubungan antara badan legislatif dengan badan eksekutif sesuai dengan ajaran
Montesquieu yang kemudian terkenal
dengan istilah Trias
Politica.
Montesquieu dalam ajaran Trias Politica membedakan adanya tiga jenis kekuasaan
dalam negara, yaitu :
q Kekuasaan yang bersifat mengatur, atau
menentukan peraturan
q Kekuasaan yang bersifat melaksanakan peraturan
; dan
q Kekuasaan yang bersifat mengawasi
pelaksanaan peraturan tersebut.
Ketiga jenis kekuasaan itu harus didistribusikan kepada beberapa organ,
dan tiap organ hanya memegang satu kekuasaan saja, yaitu :
q
Kekuasaan
yang bersifat mengatur adalah kekuasaan perundang-undanganan diserahkan kepada
organ legislatif
q
Kekuasaan
yang bersifat melaksanakan peraturan diserahkan kepada organ eksekutif
q
Kekuasaan
yang bersifat mengawasi pelasksanaan peraturan diserahkan kepada organ yudikatif
Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya
terdapat perbedaan penafsiran mengenai ajaran Montesquieu tersebut, khususnya
penafsiran mengenai hubungan antara organ yang satu dengan lainnya. Tiga macam
perbedaan penafsiran yang dikemukakan oleh Soehino
sebagai berikut :
Di Amerika Serikat : ajaran Montesquieu
tersebut ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan yang tegas bahkan juga
pemisahan organ-organnya. Penafsiran ini kemudian menimbulkan sistem Pemerintahan Presidensial.
Di Eropa Barat khususnya Inggris
menafsirkan bahwa antara organ yang satu dengan organ lainnya terdapat hubungan
timbal balik, seperti legislatif dengan eksekutif. Penafsiran demikian berhasil
menciptakan suatu sistem pemerintahan yang disebut : Sistem Parlementer;
Di Swiss ditafsirkan bahwa badan
eksekutif hanyalah sebagai badan
pelaksana dari apa yang telah digariskan oleh badan legislatif. Sistem
demokrasi yang dilaksanakan di Swiss tersebut yang kemudian dikenal dengan nama
Sistem Referendum.
Akibat dari
perbedaan penafsiran tersebut maka dikenal tipga tipe demokrasi modern, yaitu :
(a)
demokrasi atau pemerintahan perwakilan rakyat yang
representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas atau sistem
presidensial.
(b)
Demokrasi atau pemerintahan perwakilan rakyat yang
representatif, dengan sistem pemisahan kekuasaan namun pada badan yang diserahi
kekuasaan khususnya legislatif dan eksekutif, terdapat hubungan timbal balik
dan saling mempengaruhi atau sistem parlementer
(c)
Demokrasi atau pemerintahan perwakilan rakyat yang
representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan dan dengan kontrol yang secara
langsung dari rakyat, disebut sistem referendum atau sistem badan pekerja.[7]
C.
Klasifikasi Demokrasi Berdasar
Beberapa Sisi
Tahapan Demokrasi
Menurut tahapannya dikenal dua demokrasi, yaitu :
(a) demokrasi langsung
(b) demokrasi tidak langsung.
Dalam demokrasi langsung berarti
rakyat ikut secara langsung dalam menentukan policy pemerintahan. Hal ini terjadi pada tipe-tipe negara –
negara kota waktu zaman Yunani Kuno, rakyat berkumpul pada tempat tertentu
untuk membicarakan berbagai masalah kenegaraan. Pada masa modern ini cara
demikian tentu tidak mungkin lagi karena selain negaranya semakin luas dan
meliputi banyak warganya, urusan – urusan kenegaraannya pun semakin kompleks.
Jadi rakyat tidak lagi ikut dalam urusan pemerintahan secara langsung melainkan
melalui wakil – wakil yang ditentukan dalam suatu pemilihan umum ( Pemilu ).
Hal ini yang disebut demokrasi tidak langsung.
Bentuk Demokrasi
Pengertian demokrasi dari segi bentuknya, maka bisa diartikan demokrasi
adalah pemerintahan yang dilakukan oleh orang banyak. Demokrasi dari sudut
bentuknya disebut demokrasi formal.
Isi
Demokrasi
Pengertian demokrasi dari segi isinya, maka demokrasi adalah
pemerintahan yang dilakukan untuk kepentingan orang banyak. Demokrasi dari
sudut isinya disebut demokrasi material.[8]
Jenis
– Jenis Demokrasi Modern
(1).
Demokrasi Modern dengan sistem Presidental
Dalam sistem ini terdapat
pemisahan yang tegas antara fungsi legislatif dan fungsi eksekutif. Juga
pemisahan tegas antara badan legislatif dengan badan eksekutif. Badan
legislatif sebagai badan yang memegang kuasa perundang– undangan adalah Badan
Perwakilan Rakyat. Dengan adanya pemisahan demikian maka secara prinsipil badan
– badan tersebut bebas dari pengaruh yang satu terhadap yang lain.
Amerika Serikat, yang menganut sistem pemisahan kekuasaan. Badan
legislatifnya adalah congress, yang terdiri atas senat (senate) dan Badan
Perwakilan Rakyat ( House of Representatives ) yang bekerja sama secara
bikameral dalam pembuatan undang – undang termasuk UUD. Senat adalah wakil dari
negara – negara bagian. Tiap negara bagian mempunyai dua orang wakil sebagai
senator, sedangkan dalam badan perwakilan rakyat masing-masing negara bagian
diwakili oleh sejumlah wakil yang banyak berdasarkan jumlah penduduk negara
bagian yang bersangkutan. Sejak tahun 1913 baik senat maupun badan perwakilan
rakyat, anggota-anggotanya dipilih oleh para pemilih dimasing-masing negara
tersebut dalam pemilihan umum.
Susunan dari badan eksekutif terdiri atas seorang presiden sebagai
kepala pemerintah, dibantu oleh seorang wakil presiden. Dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari,
presiden dibantu pula oleh lembaga legislatif, para menteri tidak dapat diberhentikan oleh badan perwakilan
rakyat. Para menteri tidak mempunya hubungan pertanggung jawaban dengan badan
perwakilan rakyat. Yang bertanggung jawab atas tugas-tugas yang dijalankan oleh
para menteri adalah presiden sebagai pemberi tugas tersebut. Presiden juga
tidak dapat dijatuhkan oleh badan perwakilan rakyat sehubungan dengan tindakan
politik negara yang menyimpang selama masa jabatannya kecuali jika presiden
melakukan kejahatan-kejahatan dalam empeachment.
(2). Demokrasi Modern dengan sistem
Parlementer.
Dalam system ini terdapat hubungan yang
erat antara badan eksekutif dan badan legislatif, atau parlemen, atau badan
perwakilan rakyat. Kekuasaan eksekutif diserahkan kepada suatu badan yang
disebut kabinet atau dewan menteri. Kabinet ini yang bertanggung jawab kepada
parlemen. Jika pertanggung jawaban itu tidak dapat diterima oleh parlemen, maka
parlemen dapat menyatakan tidak percaya (mosi tidak percaya) terhadap
kebijaksanaan kabinet. Untuk itu kabinet harus mengundurkan diri. Dengan
demikian, maka titik berat kekuasaan ada
di tangan parlemen.
Akan tetapi ada kalanya pula bahwa
penilaian parlemen terhadap kebijaksanaan kabinet tersebut, berbeda/bertolak
belakang dengan penilaian rakyat sendiri. Jika terjadi keadaan demikian, maka
parlemen sudah tidak menyuarakan kehendak rakyat lagi atau sudah tidak
representatif lagi. Guna menghindari hal itu maka kepala negara mempunyai hak
untuk membubarkan parlemen. Jika parlemen bubar maka diadakan pemilihan umum
baru.
Seandainya badan perwakilan rakyat hasil
pemilihan umum yang baru ini pun tidak dapat menerima pertanggung jawaban
tersebut, maka kabinet harus mundur. Hal ini berarti badan perwakilan rakyat
yang mengajukan mosi tidak percaya adalah benar badan perwakilan rakyat yang
representatif sebaliknya tindakan kepala negara dalam membubarkan badan
perwakilan rakyat sebelumnya adalh tindakan yang tepat. Keadaan ini akan
berlaku sebaliknya jika badan perwakilan rakyat hasil pemilu yang baru ini
dapat menerima pertanggung jawaban kabinet.
Dalam sistem parlementer, kepala negara tidaklah
merupakan pimpinan yang nyata, melainkan sekedar lambang. Yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara adalah : kabinet baik para menteri secara
perorangan maupun secara bersama-sama untuk seluruh kabinet. Bahkan jika kepala
negara atau raja yang bersalah yang bertanggung jawab adalah menteri.
Berdasarkan hal itu maka kebijaksanaan
pemerintah dan negara ditentukan oleh kabinet, akan tetapi keputusan yang
dikeluarkan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut haruslah merupakan peraturan
negara, ditandatangani oleh kepala negara. Untuk menunjukkan bahwa terhadap
peraturan yang bersangkutan menteri yang bersangkutan pula yang bertanggung
jawab atau tanggung jawab perdana menteri atas nama seluruh anggota kabinet,
maka menteri yang bersangkutan atau perdana menteri turut menandatangani
keputusan atau peraturan yang bersangkutan. Turut menandatangani tersebut
lazimnya disebut Contrasign.
Menurut sejarahnya sistem parlementer ini
bErasal dari Inggris. Sistem ini dimulai dengan adanya asas The King Can Do No Wrong ( raja tidak dapat
berbuat salah) hal ini
tidaklah berarti bahwa raja sama sekali tidak pernah berbuat kesalahan atau
kekeliruan justru para menteri yang dipersalahkan. Hal ini berhubungan dengan contrasign kabinet diatas. Jadi atas
kesalahan raja, yang bertanggung jawab adalah menteri yang bersangkutan atau
kabinet secara keseluruhan. Sebagai asas itu maka muncul sistem parlementer
dengan pertanggung jawaban menteri/kabinet kepada parlemen.
(3).
Demokrasi Modern dengan sistem Referendum.
Sistem Referendum terdapat di Swiss. Badan
eksekutifnya merupakan dewan yang disebut Bundesrat. Dewan
tersebut adalah bagian dari badan legislatif yang disebut bundesversammlung yang terdiri
atas Nationalrat dan Stadenrat. Nationalrat adalah badan perwakilan
Nasional, sedangkan Stadenrat adalah perwakilan dari negara – negara bagian.
Negara-negara bagian itu sendiri disebut
Kanton.
Mekanisme pelaksanaan pemerintah adalah sebagai berikut : mula – mula
yang terbentuk adalah Bundesversammlung yang terdiri atas Nationalrat dan
standerat. Nationalrat dipilih secara langsung oleh rakyat melalui suatu
pemilihan umum. Masa jabatan Nationalrat adalah 4 tahun. Selain itu setiap
Kanton mengirimkan dua orang wakil untuk duduk dalam standerat. Cara pemilihan
da masa jabatan masing-masing anggota standerat ditentukan oleh kanton
masing-masing. Setelah Bundesversammlung terbentuk, maka badan itulah
berfungsi sebagai badan legislatif yang membuat UU, termasuk UUD.
Setelah UUD terbentuk, lalu bundesversammlung memilih 7 orang
anggotanya untuk duduk dalam Bundesrat guna melaksanakan UU tersebut. Sebelum
UU itu dilaksanakan, dimintakan terlebih dahulu pendapat rakyat melalui
referendum. Ada tiga bentuk referendum, yaitu:
1. Referendum obligatoir (wajib) yaitu untuk berlakunya suatu undang-undang yang
terpenting atau UUD, atau UU lain yang menyangkut hak rakyat, Bundesrat harus
meminta pendapat rakyat terlebih dahulu dengan mengisi formulir. Jika lebih
banyak suara yang menyetujui UU dapat berlaku, demikian juga sebaliknya.
2. Referendum fakultatif (tidak wajib) yaitu terhadap UU trtentu Bundesrat tidak langsung
meminta pendapat rakyat, melainkan diumumkan saja untuk jangka waktu tertentu.
Jika dalam kurun tertentu tidak ada reaksi dari sejumlah orang tertentu maka UU
itu langsung mampunyai kekuatan mengikat , sebaliknya jika sebagian besar
rakyat mengajukan keberatannya agar diadakan referendum, maka terhadap UU yang
bersangkutan dimintakan pendapat rakyat terlebih dahulu sebelum diberlakukan
3. Referendum consultatif yaitu referndeum mengenai soal-soal teknis yang
biasanya wakil rakyat sendiri kurang mengerti tentang materi UU yang dimintakan
persetujuannya.
Klasifikasi jenis-jenis demokrasi tersebut diatas adalah klasifikasi
berdasarkan penafsiran terhadap pandangan Montesquieu mengenai pemisahan
kekuasaan dalam teori Trias
Politica. Demokrasi baik
dalam arti formal maupun dalam arti material, kedua-duanya mengandung unsur
kebebasan dan persamaan. Antara kedua unsur tersebut ternyata semua negara di
dunia ini tidak memberikan tekanan yang sama. Ada negara yang lebih menekankan
pada unsur kebebasannya sebaliknya ada negara
yang lebih menekankan soal persamaannya.
Bertalian dengan hal tersebut, Moh. Koesnardi dan Bintan R. Saragih,
menulis bahwa ada dua paham yang penting, yaitu : demokrasi konstitusional dan
demokrasi rakyat, dan ditambah lagi
aliran ketiga, yaitu : demokrasi Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar