Syaikh kami yang kami cintai Abu Muhammad Al Maqdisiy…
Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh…
Bolehkan masuk dalam dinas-dinas keamanan untuk memata-matai
mereka, padahal sudah kita ketahui bahwa hal baku di dalam aqidah Ahlus sunnah
bahwa kekafiran itu tidak dibolehkan kecuali bagi mukrah (orang yang dipaksa).
Maka apakah dalil orang yang membolehkan hal itu?… Seperti orang yang
mengatakan: (Bergabung ke dalam dinas kufur dan murtad itu tidak dirukhshahkan
kecuali orang yang menjadi mata-mata bagi kaum muslimin yang menyampaikan
kabar-kabar musuh kepada mereka), maka apakah dalil atas hal itu? Dan apa jalan
keluar bagi pembolehan ini padahal ijma menetapkan bahwa kekafiran itu tidak
boleh kecuali bagi orang yang dipaksa?
Semoga Allah memberikan barokah kepada anda semuanya, dan
saya menjadikan Allah sebagai saksi atas kecintaan saya kepada anda semua wahai
para syaikh Al Lajnah Asy syar’iyyah…
Penanya: Ibnu Rahuwaih
Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisy menjawab:
Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Rasulullah… Wa ba’du:
Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Ya benar wahai saudara kami bahwa masalah ini sebagaimana
yang telah engkau sebutkan, yaitu tidak boleh melakukan kekafiran kecuali bagi
orang yang dipaksa dengan paksaan yang hakiki (sebenarnya).
Orang yang membolehkan intisab (bergabung) kepada dinas
kemurtaddan untuk memata-matai mereka adalah hanyalah sah pendapatnya ini bila
dia memaksudkan dengan itu; seseorang berpura-pura mengaku bagian dari mereka
bukan atas yang sebenarnya (gadungan, penj.) umpamanya dia memakai seragam
mereka dan menyelinap di antara barisan mereka, atau dia berbaur dengan mereka
di dalam interaksi-interaksinya seraya menyembunyikan aqidahnya dan bermudarah
(bersikap ramah) dengan mereka tanpa intisab (bergabung) kepada (dinas) mereka,
atau Allah memberikan hidayah kepadanya sedang ia masih dalam (keanggotaan)
barisan mereka terus ia menyembunyikan hidayahnya dan memanfaatkan hal itu
dalam tenggang waktu tertentu untuk membela Islam dan kaum muslimin sebagaimana
yang terjadi pada Nu’aim ibnu Mas’ud di perang Ahzab saat ia masuk Islam terus
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar menyembunyikan
keimanannya dan berkata kepadanya: “(Engkau ini hanyalah seorang diri; maka
lakukanlah penggembosan (di barisan mereka) untuk kami semampumu, karena
sesungguhnya perang itu adalah tipu daya)”, dan inilah kejadian yang dijadikan
dalil oleh orang yang membolehkanya hal itu, dan mereka berdalil juga dengan
kisah Fairuz Ad Dailamy; di mana Fairuz ini adalah termasuk di antara panglima
tentara kaum muslimin di Yaman sebelum Al Aswad Al ‘Insiy menguasai Yaman dan
membunuh gubernurnya yang muslim, maka Fairuz menyembunyikan urusannya dan ia
tetap di atas keadaannya serta melakukan tipu muslihat terhadap si Al Aswad
tatkala ia mengetahui bahwa konfrontasi langsung terbuka kepadanya adalah tidak
membuahkan hasil, dan si Al Aswad pun mengakui jabatannya sebagaimana apa
adanya, dan masing-masing dari kedua pihak ini saling membuat makar terhadap
yang lainnya sampai akhirnya Fairuz mendapatkan peluang terhadapnya dan
membunuhnya dan menenteramkan kaum muslimin dari kejahatannya serta
mengembalikan Yaman ke dalam naungan Islam…
Ini adalah dalil-dalil yang dijadikan oleh orang-orang yang
membolehkan hal itu, sedangkan hal yang wajib adalah membatasinya di atas
batasan-batasannya dan tidak meluaskannya serta tidak melampaui
batasan-batasannya. Sedang engkau melihat bahwa di antara dalil-dalil itu tidak
ada sedikitpun yang menunjukan kebolehan bergabung ke dalam dinas-dinas
thaghut, dan berkarir di dalamnya untuk memata-matai terhadapnya, atau
memperbanyak jumlah barisan mereka terus melakukan apa yang dinamakan kudeta
atau hal serupa itu. Keberkariran dan keanggotaan dalam dinas-dinas ini di
zaman kita tidaklah mungkin bisa kecuali dengan melakukan sejumlah kekafiran
yang tidak diudzur di dalamnya kecuali dengan sebab ikrah hakiki, sedangkan
tidak ada ikrah di sini, tapi hanya sekedar klaim mashlahat dan istihsan
(penganggapan baik) yang membutuhkan kepada dalil…
Maka hal yang wajib adalah melazimi jalan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para nabi sebelumnya; yaitu keberlepasan diri dari kaum
musyrikin, sembahan-sembahan mereka, ideologi-ideologi mereka dan dinas-dinas
syirik mereka, sebagaimana ia dijelaskan di dalam millah Ibrahim ‘alaihissalam:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ
مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ
إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا
بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesunguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian
pada diri Ibahim dan orang-orang yang bersamanya saat mereka berkata kepada
kaum meraka: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang
kalian ibadati selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian, dan telah nampak
nyata di antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya sampai
kalian beriman kepada Allah saja.” (Al Mumtahanah: 4)
Semoga Allah meneguhkan kami dan engkau di atasnya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar